Ramadhan, China Diminta Tak Batasi Aktivitas Ibadah Muslim Uighur

Umat Muslim Uighur di China.
Sumber :
  • U-Report

VIVA - Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta negara-negara dunia khususnya Indonesia untuk mendesak China agar memperbolehkan seluruh umat muslim khususnya etnis Uighur di wilayah mereka untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya yang dilindungi oleh undang-undang. Terlebih saat ini memasuki bulan Ramadhan.

BYD Minta Maaf Konsumen di Indonesia Belum Terima Unit, Ini Biang Keroknya

Konteks Hak Asasi Manusia

“Dalam konteks hak asasi manusia, jaminan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan terdapat di dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. China tidak boleh larang orang beribadah,” kata peneliti senior CENTRIS, AB Solissa, kepada wartawan, Senin, 4 April 2022.

Mengecas Mobil Listrik Nantinya Cuma Butuh Waktu 10 Menit

Aksi Kemanusian untuk Muslim Uighur

Photo :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Bertahun-tahun Melarang Ibadah Ramadhan

Esports: PUBG Mobile Sukses Gelar Turnamen Komunitas hingga Influencer selama Ramadhan

Selama bertahun-tahun, para pejabat otoritas China di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang (XUAR,) telah melarang etnis Uighur dan muslim Turki lainnya untuk sepenuhnya menjalankan ibadah Ramadhan termasuk melarang pegawai negeri sipil, siswa dan guru berpuasa.

Beberapa komite lingkungan di Urumqi (dalam bahasa Cina, Wulumuqi) dan beberapa pejabat desa di prefektur Kashgar (Kashi) dan Hotan (Hetian) telah menerima pemberitahuan bahwa hanya 10-50 muslim yang diizinkan untuk berpuasa selama Ramadhan.

Baca juga: Pemerintah China Diduga Adili Muslim Uighur Secara Ilegal

Mereka yang ingin berpuasa harus mendaftar ke pihak berwenang karena tidak boleh ada kesalahpahaman tentang kebijakan agama dari Partai Komunis China, di mana orang tua dan orang dewasa tanpa anak usia sekolah yang hanya diperbolehkan untuk berpuasa.

“Jika laporan RFA itu benar, China artinya telah melanggar Pasal 18 yang mengatur hak atas kebebasan beragama yakni hak untuk pindah agama dan hak memanifestasikan agama di dalam hal pengajaran, praktik, beribadah dan melaksanakan ibadah,” kata Solissa.

Dalam laporan tersebut, disebutkan juga bahwa sistem atau kegiatan ini dirancang dengan dalih menghindari agama memberikan efek negatif pada pikiran anak-anak.

Tidak Dapat Mengadakan Bukan Puasa

Lembaga Hak Asasi Manusia Uighur yang berbasis di Washington telah mengeluarkan pernyataan pada hari Kamis, 31 Maret 2022, setelah mengetahui orang-orang Uighur di Xinjiang yang tidak dapat mengadakan buka puasa, makanan yang dimakan oleh umat Islam saat matahari terbenam untuk berbuka puasa setiap hari selama Ramadhan, atau berdoa tanpa mengambil risiko dicap sebagai ekstremis agama.

Aksi Kemanusian untuk Muslim Uighur, Uyghur (Foto ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Pernyataan tersebut berbunyi “Tidak akan ada Ramadhan untuk Uighur di tanah air tahun ini atau tahun apa pun sampai kampanye genosida China diakhiri”.

Dihukum karena Puasa

Hal senda juga disampaikan oleh Komite Urusan Agama di Kongres Uyghur Dunia (WUC) di Jerman, yang menyatakan pihak berwenang si China telah memperingatkan warga Uighur bahwa mereka dapat dihukum karena berpuasa, termasuk dengan dikirim ke salah satu jaringan kamp interniran XUAR yang luas, di mana pihak berwenang diyakini telah menahan hingga 1,8 juta orang Uyghur dan minoritas Muslim lainnya sejak April 2017.

Presiden WUC Dolkun Isa mengatakan China telah mengubah Ramadhan menjadi bulan penderitaan genosida yang mengerikan bagi orang-orang Uighur dan meminta para pemimpin muslim di seluruh dunia untuk mengutuk pelanggaran hak asasi yang terjadi di Xinjiang.

Direktur Komite Urusan Agama di Kongres Uyghur Dunia (WUC, Tirghunjan Alawudun, bahkan menyebut dunia muslim akan menertawakan tindakan China dan tercengang dengan penetapan kuota bagi mereka yang bisa berpuasa, setelah melihat pemberitahuan China bahwa hanya orang-orang tertentu yang dapat berpuasa.

Berdasarkan informasi inilah, CENTRIS memandang batasan-batasan yang diduga telah dilakukan China, melanggar sejumlah larangan sebagaimana termakjub dalam Pasal 18 ayat 2 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, yakni larangan adanya paksaaan yang ditujukan secara langsung terhadap hak untuk memiliki atau menganut agama atau kepercayaan.

Suku Uighur di Xinjiang, Tiongkok. (Foto ilustrasi)

Photo :
  • U-Report

Paksaan tersebut mencakup paksaan fisik (physical coercion), dan cara menggunakan paksaan tidak langsung (indirect means coercion).

“Ini tidak boleh dibiarkan, semua pihak harus bersuara untuk ini. Siapapun tidak boleh memaksa pemeluk agama maupun untuk tidak mempercayai agama/tuhan (ateisme) atau keluar dari agama mereka,” kata Solissa.

Pihak berwenang China di Xinjiang mulai membatasi aktivitas dan jumlah muslim Uighur dalam menjalani ibadah puasa di Bulan Suci Ramadan 2022.

Dilansir dari RFA (Radio Free Asia), Minggu, 3 April 2022, pembatasan ini telah menuai kritik keras dari kelompok-kelompok hak asasi internasional dan masyarakat dunia, yang melihat tindakan otoritas Tiongkok sebagai upaya terbaru untuk mengurangi budaya muslim Uighur di wilayah tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya