Sumber :
- VIVAnews/Adri
VIVAnews
- Usai peristiwa keracunan makanan yang menewaskan 21 siswa SD Negeri desa Masrakh pada Selasa, 16 Julii 2013, warga berunjuk rasa memprotesnya. Mereka terdiri dari para orang tua siswa yang menjadi korban dan ratusan warga desa turun ke jalan dan bertindak represif.
Kantor berita BBC, Rabu 17 Juli 2013, melansir bahwa empat mobil polisi dibakar di Dharmasati Gandaman di Distrik Saran, lokasi tempat SD Negeri Masrakh, oleh massa. Warga setempat yang dilengkapi senjata berupa tongkat memblokir jalan-jalan dan memberhentikan kereta yang tengah melaju di sana.
Mereka juga menghalangi transportasi kereta yang akan berangkat. Selain mobil polisi yang dijadikan sasaran bakar massa, mereka juga terlihat membakar sebuah bus dan menghancurkan properti pribadi yang ada di daerah Chhapra.
Seruan unjuk rasa juga dikeluarkan oleh beberapa partai politik. Namun uniknya, para politisi itu ikut menjadi sasaran kemarahan massa.
Kantor berita BBC melaporkan sebanyak 47 siswa SDĀ jatuh sakit usai menyantap makan siang gratis yang disajikan pihak sekolah. Makan siang gratis itu merupakan bagian dari program pemerintah bernama Skema Santap Siang yang disediakan bagi warga miskin.
Tujuan dari program yang telah dikenalkan sejak tahun 1925 silam itu adalah untuk melawan kelaparan dan meningkatkan jumlah partisipasi sekolah. Menurut seorang dokter yang merawat korban di RS di Distrik Chhapra, KM Dubey, kemungkinan besar para siswa itu mengalami keracunan
organo fosforus
.
Hal itu ditandai dengan gejala adanya penyumbatan akut di bagian dada dan pupil mata yang membesar.
Baca Juga :
6 Fakta Pembunuhan Mayat dalam Koper di Cikarang, Korban Sempat Disetubuhi dan Uang Dibawa Kabur
Dia mengatakan warna minyak goreng itu sudah hitam dan kotor. Juru masak itu ikut menjadi korban, karena ikut mencicipi makan siang tersebut namun saat ini sudah dalam keadaan stabil.
Menteri Pendidikan India, PK Shahi, kini memfokuskan perhatian kepada seorang guru yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program Skema Santap Siang di sekolah. Shahi dilapori, minyak goreng itu dibuat sendiri dan dinyatakan oleh guru tersebut aman untuk dikonsumsi.
Masih menurut Shahi, minyak goreng itu dibeli dari toko kelontong yang dikelola oleh suami dari guru di SD tersebut. Namun, saat sang suami dicari, ternyata sudah kabur.
Kantor berita BBC menyebut ada kemungkinan jumlah korban jiwa yang jatuh akan bertambah, karena sebagian besar anak yang berusia di bawah 12 tahun dilaporkan masih berada dalam kondisi kritis. Shahi mengakui kelalaian pihak sekolah yang tidak mengecek terlebih dahulu kualitas santap siang itu sebelum disajikan kepada anak-anak.
"Memang apabila dilakukan pemeriksaan sebelum makanan disajikan akan menjadi satu tantangan tersendiri, karena melalui program ini, setiap harinya kami menyediakan makanan bagi 20 juta siswa yang berada di lokasi terpencil," kata Shahi.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Dia mengatakan warna minyak goreng itu sudah hitam dan kotor. Juru masak itu ikut menjadi korban, karena ikut mencicipi makan siang tersebut namun saat ini sudah dalam keadaan stabil.