Militer Myanmar Serang Puluhan Ribu Rohingya

Anak-anak Rohingya di desa U Shey Kya, Myanmar, 27 Oktober 2016.
Sumber :
  • REUTERS/Soe Zeya Tun

VIVA.co.id – Organisasi nonpemerintah yang berbasis di Amerika Serikat, Human Rights Watch, melaporkan 1.250 rumah dan 30 ribu penduduk Rohingya mengungsi, akibat penyerangan lanjutan yang dilakukan tentara Myanmar.

Top Trending: Derry Sulaiman Siap Tampung Imigran Rohingya, Ramalan 2024 Bakal Terjadi Perang

Aksi brutal ini dilakukan di sebelah barat daya Myanmar. Direktur Eksekutif Human Rights Watch Wilayah Asia, Brad Adams, mengidentifikasi 820 struktur bangunan yang telah hancur di lima desa Rohingya antara 10-18 November 2016.

Sehingga, total kehancuran bangunan mencapai 1.250 unit selama serangan militer sepekan. Adapun, pihak pemerintah Myanmar mengklaim 'hanya' 300 rumah yang dihancurkan dalam serangan yang diklaim dilakukan oleh kelompok militan.

Lagi, 50 Imigran Rohingya Mendarat di Aceh

Pemerintah berdalih kelompok tersebut ingin "menabur benih" kesalahpahaman antara pasukan pemerintah dengan penduduk Rohingya. "Kami memiliki data soal itu melalui pantauan citra satelit. Alih-alih menuduh dengan gaya dan penolakan militer, pemerintah seharusnya bisa melihat fakta sesungguhnya," ujar Adams, seperti dikutip situs Channel News Asia, Senin, 21 November 2016.

Selain itu, ia menuturkan, saksi dan aktivis telah melaporkan tentara yang membunuh, memperkosa perempuan, menjarah dan membakar rumah-rumah penduduk Rohingya.

Bobon Santoso Ogah Masak untuk Rohingya: Mending Masak Buat Saudara di Papua

Namun, sekali lagi, pemerintah menolak kedatangan pengamat internasional yang ingin melakukan penyelidikan atas kasus kemanusiaan itu.

Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa, hampir 70 Muslim Rohingya dinyatakan tewas dan sekitar 400 orang ditangkap, setelah militer menyerang dengan menggunakan helikopter tempur selama dua hari berturut-turut.

Meski demikian, para aktivis mengklaim bahwa jumlah tersebut bisa jauh lebih tinggi. Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Yanghee Lee, mengkritik penanganan pemerintah atas krisis ini dan mendesak PBB untuk melakukan tindakan darurat perlindungan warga sipil.

"Pasukan keamanan tidak boleh diberikan keleluasaan untuk meningkatkan operasi militer mereka," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya