PDIP Tolak Raperda Kota Religius di Depok, Ini Alasannya

Ketua DPC PDIP Kota Depok, Hendrik Tangke Allo
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

VIVA – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menolak wacana rancangan peraturan daerah (rapeda) kota religius yang diusulkan oleh Pemerintah Kota Depok. PDIP menilai hal itu justru akan berpotensi menimbulkan konflik antarumat beragama.

Tim Saber Pungli Depok Beraksi, Amankan 4 Orang dari Terminal Depok

Ketua DPC PDIP Kota Depok, Hendrik Tangke Allo mengatakan, sebagai solusinya, PDIP mengusulkan raperda tentang jaminan kebebasan dan kerukunan umat beragama.

“Yang dibutuhkan masyarakat adalah jaminan kebebasan dan kerukunan umat beragama. Hal-hal seperti itu yang wajib diatur dan dipastikan bisa berjalan dengan baik oleh pemkot (pemerintah kota). Bukan masuk ke dalam wilayah pribadi warga negara yang memiliki hak asasi masing-masing,” katanya, Kamis 1 Agustus 2019.

Mengenal Margonda, Pejuang Depok yang Gugur di Usia Muda

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok itu menilai, pemkot dan Partai Keadilan Sejahtera atau PKS nampaknya masih terus berupaya untuk mengajukan raperda kota religius, meski telah ditolak oleh Bamus DPRD Kota Depok.

“Fraksi PDI Perjuangan Kota Depok akan tetap menolak raperda kota religius, karena agama adalah persoalan pribadi yang tidak pada tempatnya untuk diatur oleh pemkot. Dan pemerintah kota tidak seharusnya mengatur bagaimana warganya harus menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing,” kata Hendrik.

Massa PKS Hari Ini Gerudug KPU Depok Tuntut Usut Dugaan Penggelembungan Suara Caleg DPR RI

Pemkot Depok, masih kata Hendrik, harus hadir memastikan bahwa toleransi antar umat beragama dan kebebasan menjalankan ibadah agar warganya aman dan nyaman. “Kita tidak menolak masalah religiusnya, tapi kan yang diajukan ini sifatnya mengatur hal-hal yang sangat pribadi, dari mulai cara berpakaian, harus taat dan lain-lain. Saya pikir itu enggak perlu diatur lagi, itu adalah kewajiban umat bergama,” katanya.

Yang perlu dipastikan pemerintah, tegas Hendrik, adalah ketika masyarakat merasa aman dan nyaman saat menjalankan hak beribadah maupun beragama. Selain itu, pemkot juga harus mendorong terciptanya ruang interaksi dan dialog antarumat beragama termasuk antar etnis, ras atau identitas lainnya.

Hendrik menilai, dalam konteks Depok sebagai kota yang terus berkembang dan semakin kompleks, hal ini menjadi sangat penting untuk menekankan upaya kota menjamin kebebasan beragama, toleransi dan kerukunan antar umat beragama.

“Itu yang dibutuhkan masyarakat, namun bukan konteks mengatur urusan pribadi.”

Lebih lanjut Hendrik mengungkapkan, sebagai kota pluralisme, toleransi umat beragama di Depok telah berjalan dengan sangat baik. Namun masih ada beberapa catatan yang harus dievaluasi dan dibenahi oleh pemkot.  

“Selama ini dengan kondisi masyarakat Depok yang begitu plural ada yang berjalan dengan baik, tapi ada juga yang tiba-tiba tidak bisa berjalan. Nah inilah yang harus dievalusi oleh pemerintah. Pemkot harus bisa memberikan pemahaman pada warga-nya untuk bisa menerima keberagaman.”

Dia menambahkan, Depok sangat membutuhkan pelayanan publik  yang mengatur sendi-sendi kehidupan. Menurutnya, persoalan agama sudah diatur dalam undang-undang, tak perlu lagi diperdebatkan.

“PDI Perjuangan Kota Depok percaya bahwa dialog dan  kegiatan bersama akan membangun sikap toleran yang merupakan syarat penting bagi terciptanya kerukunan,” lanjut Hendrik. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya