- http://thehowdyindonesia.blogspot.com
VIVAnews - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunda penandatangan perjanjian kerja sama dengan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) terkait proyek tiga waduk di kawasan Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur.
Pasalnya, kepemilikan lahan sekitar 100 hektar itu masih dipersengketakan oleh sebagian penduduk lokal. Pembangunan tiga waduk di Halim baru berlangsung ketika sudah keluar putusan yang berkekuatan hukum tetap atau inkrahct dari Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, Sri Rahayu, mengatakan sejak awal tidak mengetahui lahan yang akan digunakan masih dalam status sengketa.
Adanya gugatan ahli waris lahan kepada AURI di PT DKI, membuat Pemprov DKI menunda penandatanganan perjanjian kerja sama tersebut. Meski, isi perjanjian kerja sama sudah hampir rampung disusun oleh Pemprov DKI.
“Kami menunggu sampai ada keputusan inkrahct dari PT DKI Jakarta. Karena itu, penandatanganannya kami tunda dulu. Sebab saat ini warga masih proses banding di PT DKI Jakarta,” kata Sri Rahayu di Jakarta.
Menurut Sri, keputusan menunda diambil untuk menghindari adanya tuntutan hukum dari pihak lain atas penggunaan lahan tersebut. Dia berharap proses hukum yang sedang berlangsung antara kuasa penuh warga dan AURI segera mendapatkan hasil.
Meski diakuinya proses sengketa hukum antara kedua belah pihak bisa berkepanjangan. Bahkan bisa sampai proses hukum tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.
“Kami tidak mau tercebur lagi dalam sengketa lahan. Kami tunggu clear dulu semuanya baru dibuat nota kesepahaman lagi dengan pemenangnnya, siapapun itu baik AURI maupun ahli waris tanah tersebut. Kami berharap proses hukum berlangsung cepat sehingga upaya pemerintah mengatasi banjir melalui waduk bisa terealisasi secepatnya,” ujarnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Ery Basworo, menjamin pembangunan waduk tidak akan dilakukan di lahan yang masih dalam sengketa hukum.
“Pemda itu mengupayakan pembangunan waduk di lokasi AURI yang tidak bermasalah, yang bermasalah tidak akan dibangun,” kata dia.
Ery mengakui hingga saat ini pihaknya belum mengetahui berapa luas lahan dari 100 hektar yang direncanakan masih bermasalah hukum. Pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan data data tersebut.
“Kami tidak mau mengambil risiko kehilangan aset karena masalah sengketa,” tuturnya. (ren)