Gugutan Mantan Kepala SMA 3 Dimenangkan PTUN

Mantan Kepsek SMA 3 Retno Listyarti di LBH
Sumber :
  • VIVA.co.id/Rebecca Reifi Georgina

VIVA.co.id - Gugatan Retno Listyarti terhadap Surat Keputusn Kadisdik DKI Jakarta No. 355/2015 tentang pencopotannya sebagai Kepala SMAN 3 Jakarta pada agustus 2015 dimenangkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis, 7 Januari 2016. 

Pengganti Ahok Minta Demonstran Tak Terprovokasi

Proses sidang gugatan ini telah berlangsung selama lima bulan sebelum akhirnya majelis hakim mengetuk palu dan memutuskan mengabulkan gugatan perkara nomor 165/G/2015 yang diajukan Retno.

"Saya bersyukur atas dikabulkannya gugatan ini, saya mengapresiasi para hakim yang menangani perkara ini, karena telah cermat memahami persoalan yang sebenarnya," kata Retno.

Menurut Retno, kemenangannya ini merupakan perjuangan bersama untuk pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan sebagaimana visi Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Dia juga menyampaikan terima kasih kepada tim pengacara dari LBH Jakarta atas segala ketulusannya yang mendampingi persidangan ini panjang ini.

Skenario Pergerakan Massa Demo 4 November

"Banyak pembelajaran berharga yang saya dapat dari proses ini. Saya juga berterima kasih kepada rekan-rekan guru FSGI yang terus mendukung dan membantu saya selama proses ini. Ini kemenangan bersama," kata Retno.

Menurut kuasa hukum Retno dari LBH Jakarta, Muhamad Isnur, ada beberapa faktor yang menjadi kekuatan gugatan kliennya. Setidaknya ada empat kesalahan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam mengeluarkan SK pemberhentian Retno Listyarti sebagai Kepala SMAN 3 Jakarta.

Pesan Twitter untuk Aksi Damai 4 November

"Pertama, ketidakcermatan dalam memilih dasar aturan. Kedua, menyalahi prosedur. Ketiga, belum maksimal melakukan pembinaan. Keempat, Kadisdik tidak memiliki kewenenangan menghukum Retno yang berpangkat golongan Pembina/IVa," katanya.

Tidak cermat memilih aturan

Kepala Dinas Pendidikan sebagai pejabat Tata Usaha Negara dianggap tidak cermat dalam memilih dasar aturan, sehingga salah memasang aturan pemberhentian kepala sekolah. Seharusnya digunakan Permendiknas 28/2010 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah, namun tergugat menggunakan PP 53/2010 tentang Disiplin PNS.

Sementara PP 53/2010 hanya tepat untuk menghukum PNS yang melanggar disiplin PNS. PP 53/2010 yang dijadikan dasar atau alasan keputusan pemberhentian dalam objek gugatan bukanlah aturan untuk pemberhentian kepala sekolah.

Pada PP 53/2010 domainnya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), padahal tidak semua Kepala Sekolah berstatus sebagai PNS. Bahkan, kepala sekolah yang bukan PNS di Indonesia jauh lebih banyak jumlahnya. Saat ini, Permendiknas 28/2010 pasal (14) adalah satu-satunya aturan pemberhentian Kepala Sekolah di Indonesia.

Salahi prosedur

Dalam PP 53/2010 pasal (7) tentang tingkatan hukuman dan pasal (8) tentang jenis hukuman,  PNS yang terbukti melanggar disiplin PNS wajib diberikan putusan hukuman terlebih dahulu dalam ruang lingkup  ke-PNS-annya dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Sementara penggugat belum pernah mendapatkan surat keputusan dinyatakan bersalah dengan jenis hukuman sedang/berat dari BKD Provinsi DKI Jakarta.

Dalam ketentuan PP 53/2010, apabila PNS yang bersangkutan memenuhi kriteria bersalah dan kemudian sudah mendapatkan surat keputusan diberi hukuman minimal sedang atau berat, maka kepada PNS yang bersangkutan layak diberhentikan atau keputusan hukuman itu akan berdampak pada jabatan kepala sekolah yang disandangnya. Pengaturan langkah prosedur dan kriteria pemberhentian kepala sekolah melalui Permendiknas No. 28/2010 pasal 14 huruf (f).

Dengan tidak adanya putusan hukuman disiplin PNS yang seharusnya lebih awal dikeluarkan sebelum pemberian keputusan pemberhentian, maka dapat disimpulkan proses pemberhentian penggugat oleh tergugat nyata menyalahi prosedur normative.

Belum maksimal melakukan pembinaan

Objek gugatan yang diajukan Retno dianggap menjadi bukti belum maksimalnya pembinaan yang dilakukan tergugat terhadap penggugat. Tergugat seharusnya mengeluarkan terlebih dahulu putusan hukuman yang  tujuannya untuk melakukan pembinaan sebagaimana latar belakang dan amanat dari PP 53/2010 yaitu 'mengutamakan pembinaan'.

Dengan tidak diterbitkannya putusan hukuman maka ini bukti kesewenang-wenengan pejabat tata usaha negara. Tindakan sewenang-wenang ini kemudian diuji, dikoreksi dan dihentikan oleh Majelis Hakim.

Berdasarkan Pasal (17) PP 53/2010, tergugat sebagai kepala Dinas (selevel eselon 2) tidak memiliki kewenangan memberi putusan hukuman PNS terhadap tergugat yang berpangkat Pembina golongan  IV a. Kewenangan menghukum penggugat merupakan kewenangan Gubenur atau Sekretaris Daerah sebagaimana diatur dalam pasal (17) PP 53/2010.

Menimbang dengan adanya ketentuan yang normative tersebut, maka pejabat tata usaha Negara yang paling berwenang mengeluarkan putusan hukuman kepada penggugat dalam ruang lingkup jabatan PNS adalah Gubenur atau Sekretaris Daerah. Hal ini membuktikan bahwa Tergugat tidak memiliki kewenangan mengeluarkan objek gugatan.

Doni Koesoema A, dewan pertimbangan FSGI juga menyambut gembira kemenangan ini dan mengapresiasi keputusan majelis hakim, "Keputusan PTUN menunjukkan bahwa di negeri ini masih ada keadilan. Organisasi guru harus berani menegakkan martabat anggotanya saat kebenaran dan keadilan diinjak-injak. Kebenaran dan hukum harus menjadi prinsip dasar dalam bertindak bagi guru," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya