Ilmuwan Indonesia: Atlantis Itu Pseudoscience

VIVAnews - Kisah Atlantis, kota berperadaban tinggi yang hilang ditelan bencana dahsyat itu terus berbalut misteri dan kenyataan. Peneliti Indonesia justru menilai, kisah Atlantis itu sebagai sekadar cerita dengan nilai ilmiah yang minim.

"Ini bukan ilmiah. Ini pseudoscience. Antara cerita dengan fakta ilmiah itu bercampur di sana," kata ilmuwan Indonesia, Thomas Djamaluddin, dalam perbincangan dengan VIVAnews.

Spekulasi keberadaan 'Atlantis yang hilang' diungkapkan ilmuwan asal Brazil, Arysio  Santos. Spekulasi itu terungkap dalam buku Santos berjudul "Atlantis the Lost Continents Finally Found".

Santos menyebut Indonesia sebagai lokasi Atlantis, berdasarkan definisi yang disebut Plato dalam 'Lost Civilization'.

Menurut Thomas Djamaluddin, benua Atlantis itu lebih banyak ada di dalam cerita saja. Bukan berada dalam kajian yang ada laporan ilmiahnya.

"Kalau itu sebagai fakta ilmiah sejarah geologi, Plato itu hanya berdasarkan pemahaman dia. Plato bukan menyebutkan data," jelas Djamaluddin.

Peneliti lulusan lulusan Kyoto University, Jepang, ini menilai sejarah geologi tidak memperlihatkan bahwa Indonesia adalah Atlantis.

Indonesia Still Has Chance to Qualify Olympics After Defeated by Uzbekistan

"Tulisan sejenis Santos ini sudah beredar lama. Itu hanya dugaan-dugaan saja," ujar peneliti yang juga mendalami bidang astronomi ini.

Sebelumnya, dalam wawancara langsung yang dimuat laman YouTube, Santos tanpa ragu mengatakan bahwa Atlantis benar-benar ada dan bukan sekedar mitos. Anggapan bahwa Atlantis berada di Samudera Atlantis, memang logis. Namun, itu bukan lokasi yang tepat.

Menurut Santos, Samudera Hindia atau Laut China Selatan sebagai lokasi Atlantis hanya batasan. "Lebih pastinya di Indonesia," kata dia.


Viral! Imam Masjidil Haram Syekh Sudais Cari Indomie di Stand Kuliner Mahasiswa Indonesia

ismoko.widjaya@vivanews.com

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani

Masih Ada Stigma Pemikiran Feminis dan Alergi Perspektif Gender, Menurut Komnas Perempuan

Komnas Perempuan memandang masih ada stigma terhadap pemikiran feminis sehingga membuat lembaga pengada layanan cenderung menghindari penggunaan istilah feminis.

img_title
VIVA.co.id
30 April 2024