Polisi Sebut Hoax SARA Bermula dari Pilkada DKI Jakarta

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Fadil Imran.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA – Polisi menyatakan bahwa fenomena maraknya penyebaran informasi bohong atau hoax yang bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA, sebenarnya murni tindak kejahatan. Namun, fenomena itu dilatarbelakangi pertentangan keras seputar Pilkada DKI Jakarta pada 2017.

Raffi Ahmad Geram Dituduh Lakukan Pencucian Uang, Begini Responnya

“Mulai marak tahun 2017, titik awalnya dari Pilkada DKI,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Fadil Imran, dalam program Indonesia Lawyers Club tvOne pada Selasa malam, 6 Maret 2018.

Hal yang dimaksud Fadil, ialah bermula dari polemik pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, calon gubernur Jakarta waktu itu, yang dianggap menodai agama Islam. Dari situ berkembang pesat akun-akun penyebar fitnah yang bernuansa agama.

Tanggapi Berita Hoax, Depe: Setiap yang Viral, di Situ Ada Dewi Perssik!

Belakangan, kata Fadil, muncul Saracen, komunitas pegiat media sosial yang rutin memproduksi konten-konten hoax bernuansa agama. “Ketika (beberapa elite) Saracen kami tangkap, kejahatan SARA menurun; khususnya bulan April, berikutnya hilang atau turun.”

Sebelum penangkapan itu, tingkat kejahatan penyebaran informasi hoax sangat tinggi, karena memang kelompok Saracen belum ditindak. Sasaran fitnah mereka, di antaranya kalangan pejabat pemerintah, tokoh politik, dan lain-lain.

Dikabarkan Meninggal Dunia, Gilang Dirga Tak Marah, Kenapa?

Beberapa bulan kemudian, muncul komunitas yang disebut United Muslim Cyber Army. Titik awalnya ialah beberapa peristiwa penyerangan terhadap pemuka agama di sejumlah daerah. Mereka kemudian memproduksi hoax atas sejumlah kasus di daerah lain yang dikait-kaitkan dengan pelaku orang gila atau orang dengan gangguan jiwa.

Isu lain yang dikembangkan MCA, menurut Fadil, ialah kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kabar itu diproduksi dan diviralkan menyusul beberapa peristiwa penyerangan pemuka agama.

“Viral setelah kejadian Ustad Prawoto (di Bandung, Jawa Barat). Tidak ada provokasi, sebelum kejadian itu. Provokasi setelah 1 Februari, setelah pelakunya ditangkap,” kata Fadil.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya