Ulama Kalsel Harap Cawapres Jokowi Agamis, Tak Mesti Santri

Ketua MUI Kalimantan Selatan, Prof Dr Abdul Hafiz Anshary
Sumber :
  • VIVA/Agus Rahmat

VIVA – Sejumlah ulama dari Kalimantan Selatan bertemu Presiden Joko Widodo, Selasa 13 Maret 2018. Meski tidak membicarakan pendamping sebagai calon Wakil Presiden, tetapi para ulama ini menginginkan kriteria khusus.

Kalah di Pilpres 2024, Ini Kegiatan yang Bakal Dilakukan Mahfud Selanjutnya

Wakil Ketua MUI Kalimantan Selatan, Abdul Hafiz Anshary mengatakan, dari internal mereka sebagai ulama se-Kalimantan Selatan, memang ada pembahasan mengenai kriteria seperti yang diharapkan untuk calon Wakil Presiden yang mendampingi Jokowi di Pilpres 2019.

"Berdasarkan pertemuan tadi malam, tetapi sekali lagi ini tidak disampaikan ke beliau (Jokowi), kita berharap di samping memliki kemampuan, kapasitas, kapabilitas sebagai pendamping beliau, itu memiliki nuansa keagamaan, karena Indonesia ini apapun alasannya negara yang agamis," kata Hafiz, usai pertemuan dengan Presiden Jokowi, di Istana Negara, Jakarta, Selasa 13 Maret 2018.

Pilpres Usai, Mahfud: Perjuangan Belum Berhenti

Hafiz, yang pernah menjabat Ketua KPU Pusat ini mengatakan, perlu pendamping Jokowi ke depannya yang paham tentang agama. Memiliki kemampuan dan kepedulian terhadap umat muslim di Tanah Air.

Lanjut dia, kemampuan keagamaan adalah yang berwawasan modern. Tidak melenceng dari pemikiran keagamaan, terutama Islam yang dianut. Bisa berasal dari mana saja, tidak harus pesantren.

Momen Mahfud MD, Ketua MA hingga Ketua THN Amin Baca Puisi di Halal Bihalal IKA UII

"Tidak pasti (dari pesantren), kami tidak menyebutkan pesantren. Tapi sekali lagi, kami tidak sampaikan kepada beliau. Hanya pembicaraan kami, karena tadi malam kita kumpul kira-kira masalah apa yang akan disampaikan ke beliau," jelas Hafiz.

Jokowi sudah merepresentasikan dari kalangan nasionalis. Maka selayaknya, pendampingnya nanti adalah dari kalangan agamis. Kombinasi keduanya itu, menurut Hafiz, jauh lebih baik. Pihaknya tidak menyebut dari daerah tertentu. Siapa pun bisa, dari daerah mana pun di wilayah NKRI ini.

"Sehingga Pancasila tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, tetapi keagamaan tetap jalan. Soal siapa orangnya, asalnya dari mana enggak jadi masalah," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya