Pertumbuhan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tertinggi di Dunia

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA –  Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rajardjo mengatakan, pertumbuhan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia paling tinggi dibandingkan negara-negara lain di dunia. Dia membandingkan IPK Indonesia sebagai negara yang memiliki karakter jumlah penduduk yang tinggi, seperti Vietnam, Argentina, Brazil, Thailand, Nigeria dan China.

IPK Indonesia Turun, ICW: Orientasi Pemberantasan Korupsi Tidak Jelas

Agus menjelaskan, Indonesia mengalami peningkatan skor sebanyak 17 poin, Vietnam sebanyak 10 poin, Argentina sebanyak 9 poin dan Nigeria sebanyak 8 poin.

"IPK Indonesia mengalami peningkatan skor sebesar 17 poin. China yang kabarnya menerapkan hukuman mati  hanya naik sekitar 6. Walaupun belum ideal, IPK Indonesia patut diapresiasi," kata Agus saat konferensi pers Hari Anti Korupsi Sedunia di Jakarta Selatan, Selasa 4 Desember 2018.

Indeks Persepsi Korupsi RI 2020 Dibawah Timor Leste dan Ethiopia

Tak dipungkiri Agus, IPK Indonesia yang terendah di ASEAN pada tahun 1998. IPK Indonesia waktu itu sebesar 20, Filipina sebesar 33, Thailand sebesar 30 dan Malaysia mencapai skor 53.

"Kami merinci datanya mulai tahun 1998. Kalau kita lihat di tahun 98, IPK Indonesia terendah di ASEAN, Vietnam, Thailand, Malaysia dan Brunei di atas kita," tuturnya.

Mahfud MD Kecewa Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Memburuk

"Kalau melihat rilis terakhir dari Transparency International kita itu mencapai skor 37, memang tahun 2016-2017 sejajar dari (skor) 37 menjadi 37 lagi. Tapi kalau dibandingkan negara lain, seperti Malaysia yang dulu tahun 98 sudah mencapai 53 malah turun jadi 47, Filipina yang pernah mencapai 33 kemudian naik 36 di tahun 1999, sekarang turun," sambungnya.

Agus menuturkan, meski terjadi peningkatan, namun ada peringatan untuk Indonesia dalam hal tata kelola di berbagai sektor berdasarkan data IPK. Persoalan penegakan hukum dan demokratisasi menyebabkan IPK tidak melonjak tinggi.

"Memang sudah ada peringatan juga bahwa ada perbaikan tata kelola di bebagai sektor yang sangat penting,  berdasarkan data IPK. 

"Kalau kita lihat dari lembaga survei, ternyata ada dua faktor kenapa IPK Indonesia tidak melonjak tinggi. Pertama permasalah penegakan hukum dan masalah demokratisasi di dalamnya ada partai politik, sistem pemilu dan lainnya," ucap Agus. (row)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya