Asal-usul Anarko Sang Penganjur Sabotase-Boikot dalam Rusuh Hari Buruh

- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
"Anarkisme, tulis Suseno, "menolak segala bentuk negara dalam arti lembaga pusat masyarakat dengan wewenang dan kemampuan untuk memaksakan ketaatan terhadap undang-undang. Cita-cita anarkisme adalah anarkhia, keadaan tanpa kekuasaan pemaksa."
Semua bentuk negara, menurut pandangan kaum anarko-sindikalis, mempunyai kekuatan pemaksa, undang-undang, polisi, mahkamah pengadilan, penjara, angkatan bersenjata, dan sebagainya. Karena itu, kaum anarko-sindikalis menganggap semua bentuk negara adalah dan harus ditolak.
Kaum anarko-sindikalis meyakini, masyarakat tanpa negara akan menjamin keadilan dan kesejahteraan. Bahkan, jika keadaan sudah adil, kejahatan, kriminalitas, dan perang akan lenyap dengan sendiri jika tidak ada lagi negara. "Paksaan moral," tulis Suseno, "sudah cukup untuk menjamin kerja sama dan pembagian hasil kekayaan masyarakat secara adil serta agar perjanjian-perjanjian ditepati dan orang tidak melakukan kejahatan."
Seperti halnya Marxisme dengan tokoh utama Karl Marx, anarkisme memiliki tokoh utama, yaitu Mikhail Bakunin (1814-1876), seorang bangsawan Rusia yang sebagian besar hidupnya tinggal di Eropa Barat. Bakunin sering terlibat dalam berbagai pemberontakan di Eropa waktu itu.
Namun Bakunin sering cekcok dan tak sepaham dengan Marx, terutama saat Bakunin memimpin kelompok anarkis dalam Internasionale I (asosiasi pekerja internasional), hingga dia dikeluarkan dari kelompok itu pada 1872. Bendera kaum anarkis pimpinan Bakunin adalah hitam, berbeda dari bendera merah kaum Marxis.
Sebagaimana yang ciri khas mereka yang dikenal kemudian, kaum anarko-sindikalis sejak era Bakunin, menurut Suseno, sering diidentikkan dengan tindak kekerasan dan pembunuhan. "Pembunuhan kepala negara, serangan bom atas gedung-gedung milik negara, dan perbuatan teroris lain dibenarkan oleh anarkisme sebagai cara untuk menggerakkan massa untuk memberontak."
Anarko-Sindikalisme