Masih Banyak PR untuk Kesetaraan Gender, Gak Cukup dari UU Saja

Ilustrasi anak-anak
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

VIVA – Perkawinan anak hingga kini masih jadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia, terutama pada anak perempuan. Pemerintah dan juga DPR memang telah setuju untuk menetapkan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan dan laki-laki menjadi 19 tahun.

Program We See Equal P&G dan Save the Children Ciptakan Sekolah Ramah Gender dan Inklusif

Tapi apakah hal tersebut sudah cukup untuk melindungi anak, terutama anak perempuan dari perkawinan anak? Menurut Direktur Eksekutif Plan, inisiatif tersebut memang harus diapresiasi. Namun, hal itu belum cukup mendorong anak perempuan agar lebih setara dengan anak laki-laki.

“Sebagai organisasi hak anak, kami akan terus berjuang untuk mendukung kesetaraan hak anak perempuan. Karena kami ingin anak-anak perempuan dapat menikmati kesempatan yang setara untuk pendidikan, pekerjaan, dan hal lainnya sehingga mereka dapat lebih berdaya,” ungkap Direktur Eksekutif Plan International Indonesia, Dini Widiastuti, dalam konferensi pers 50 Tahun Plan Indonesia, di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat, 20 September 2019.

6 Tahun Wujudkan Kesetaraan Gender dan Keamanan Anak, P&G dan Save the Children Terus Berinovasi

Dini menjelaskan, menjelang bonus demografi tidak cukup hanya memperhatikan anak laki-laki saja. Oleh karena itu ia mengatakan butuh semacam affirmative action untuk memberi perhatian lebih terhadap anak perempuan.

"Mulai akses pendidikan bahwa sudah sampai 19 tahun itu bagus. Tapi wajib belajar harus bisa sampai tamat SMA, dong. Termasuk untuk teman-teman yang jauh dari akses, yang harus jalan 2 jam, itu mereka juga harus didorong," kata Dini.

Peran Penting Pendidikan dan Kesehatan dalam Mewujudkan Kesetaraan Gender

Selain itu untuk anak-anak yang putus sekolah juga harus disediakan saluran pendidikan sehingga mereka tetap mendapatkan pendidikan yang layak. Kemudian yang juga harus diperhatikan ialah terkait kesehatan reproduksi.

"Informasi mengenai kesehatan reproduksi, ini yang kemudian juga masih menjadi tanda tanya apakah kita bisa melakukannya. setelah kabar (RKUHP) belakangan ini, semua itu yang harus kita dorong," kata Dini.

Oleh karena itu, lanjut Dini, penting untuk terus berinvestasi lebih awal kepada anak perempuan. Di samping juga terus membangun kemitraan dengan berbagai lembaga untuk mendorong kesetaraan gender.

"kerja-kerja kami belum selesai dan masih banyak pekerjaan rumah yang menjadi tanggung jawab kita bersama. Di antaranya permasalahan perkawinan usia anak, dan juga tingginya persentase penganggur usia muda,” ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya