Logo ABC

Ribuan Korban Tsunami Palu masih Tinggal di Tenda Pengungsian

sigi
sigi
Sumber :
  • abc

Maka banyak kejadian pengusiran korban bencana di huntara karena warga itu bukan berasal dari daerah atau wilayah dibangun huntara itu. Jadi masih basisnya administrasi bukan hak.

Bisa dijelaskan lebih rinci mengenai pengusiran warga di hunian sementara ini?

Misal, sebagian korban adalah warga yang punya rumah, tapi kalau berbasis administrasi dan formalitas, ada juga orang yang mengontrak, kos, kaum miskin kota, nelayan di pesisir Palu. Nah itu kan mereka tinggal di hunian yang tidak layak huni sebelum bencana, ketika bencana rumah mereka kena tsunami atau rumah mereka jadi lokasi yang berada di titik patahan dan itu semua akhirnya harus ditinggalkan.

Atau yang di Petobo misalnya, mereka mengontrak dan kos atau tinggal di rumah saudara ketika kena likuifaksi harta benda mereka kan juga turut hilang.

Dan berdasarkan UU kebencanaan kita, selain jiwa, harta benda yang hilang atau rusak itu juga masuk kategori korban, kalau tanpa kerusakan, tanpa korban, dan kerusakan harta benda itu bukan bencana hanya peristiwa alam biasa. Tapi karena merenggut nyawa dan harta benda itu disebut bencana.

Masalahnya perspektif yang digunakan tidak mengacu pada UU itu, tapi pendekatanya sangat formalistis sehingga misalnya fakta yang terjadi pembagian hunian bagi korban dengan kategorisasi rumah rusak sedang atau berat itu standarnya sangat tinggi, yang itu tidak bisa dipastikan korban mendapatkan haknya.

Misalnya syaratnya adalah satu sertifikat satu rumah, faktanya di Kabupaten Sigi dan Donggala ini, satu sertifikat di dalamnya bisa ada 2-3 rumah.

Bagaimana dengan rencana relokasi korban gempa?