Dekan FK UI Ingatkan Perlunya Law Enforcement Ketat Tangani Corona

Pengemasan bantuan sosial (bansos) COVID-19.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVA – Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Ari Fahrial Syam mengatakan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab tren penularan virus Corona COVID-19 masih naik. Di antaranya karena adanya pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Kemudian masyarakat kita abai. Di jalan itu konsistensi memakai masker masih rendah. Memang tidak semuanya. Ketika kita tidak pakai masker, orang sekitar pakai masker itu bisa terjadi penularan, kecuali kita di ruangan sendiri, itu tidak masalah," kata Ari dalam acara VIVA Talk pada Kamis, 25 Juni 2020.

Selain itu, Ari mengatakan, adanya berita hoax yang luar biasa di tengah masyarakat terkait informasi penanganan penularan COVID-19. Misalnya ada informasi rumah sakit ini sekarang berbahaya untuk dikunjungi sehingga masyarakat disarankan mengunjungi jika sudah mengalami sesak napas.

"Ini bahaya. Kalau sesak napas itu berarti dia sudah dua minggu berada di rumah sekitar 10 hari. Artinya dalam 10 hari dia menularkan ke orang-orang. Apalagi kalau dia memang belum sesak nafas, dia merasa sehat dia ke mana-mana. Kemudian, hoax tentang pakai masker dibuka tiap 10 menit dan virusnya mati terkena matahari," ujarnya.

Terakhir kata dia, masih adanya ego sektoral dalam upaya menangani dan mengendalikan penularan wabah Corona ini. Misalnya, gubernur dengan wali kota masih terjadi perbedaan pendapat yang diperlihatkan kepada masyarakat.

"Masyarakat jadi bingung, harusnya masyarakat dikasih semangat. Para pemimpin perlu bersatu padu. Artinya, ego sektoral masih terjadi. Ini memang PR kita secara keseluruhan, kalau bisa teratasi mudah-mudahan angka terkendalikan," kata dia.

Oleh karena itu, Ari menyarankan law enforcement ‘penegakan hukum’ harus konsisten ditegakkan. Misalnya, beberapa negara memberikan denda bagi masyarakat yang tidak memakai masker. Di Jakarta misalnya, tidak pakai masker diwajibkan kerja bakti atau bersih-bersih, push up dan lainnya.

"Itu bagian law enforcement. Jadi pemerintah daerah harus melakukan itu. Misalnya Singapura berhasil ya karena dikit-dikit denda, tidak pandang bulu siapa pun termasuk pejabat, ketika melanggar ya denda," katanya.

Lebaran Tinggal Menghitung Hari, Intip 4 Jenis Sheet Mask yang Bikin Wajah Glowing


Baca juga: Viral Video Pendemo Tolak RUU HIP Tak Hapal Pancasila, Jadi Canggung

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Ketua Bawaslu RI mengatakan bahwa Pilkada Serentak 2024 berbeda dan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan penyelenggaraan pilkada serentak sebelumnya.

img_title
VIVA.co.id
22 April 2024