Data Kontak HP Dibobol, Korban Pinjaman Online Lapor Polisi

Kuasa hukum korban, Tony Suryo, di Polda Jatim, Minggu, 25 Agustus 2019.
Sumber :
  • VIVAnews/ Nur Faishal.

VIVA – Puluhan debitur financial technology atau aplikasi pinjaman online (pinjol) melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Timur di Surabaya pada Minggu, 25 Agustus 2019. Mereka melapor karena merasa tak nyaman dan malu ditagih secara tak baik oleh penagih melalui nomor kontak orang-orang yang dikenal. Diduga, pinjol membongkar data kontak korban.

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Guru Terjerat Pinjol

Salah satu korban asal Malang bernama S, yang merasa malu menyebut namanya mengatakan, dia mulai meminjam uang melalui pinjol pada Juli 2019. Tidak tanggung-tanggung, karena butuh modal yang tidak sedikit, S kemudian meminjam melalui enam aplikasi sekaligus.

"Saya pinjam di enam pinjol karena butuh buat modal. Saya punya usaha tapi kurang modal. Pinjam rata-rata satu juta rupiah," katanya bercerita di Markas Polda Jatim.

Rendahnya Literasi Keuangan Picu Meningkatnya Korban Pinjol Ilegal

S tertarik meminjam setelah menerima pesan masuk di telepon genggamnya berisi penawaran pinjol. Dia kemudian masuk aplikasi yang ditawarkan dan mulai mengajukan pinjaman. Setelah memasukkan data diri, S kemudian mendapat telepon dari operator pinjol itu,

"Kemudian saya dihubungi sama aplikator pinjol, dikasih tahu limit (pinjaman) berapa. Saya diminta mengirim foto kartu identitas dan dua kartu nomor darurat," ujarnya.

Ahli Nuklir UGM Jadi DPO Kasus Penggelapan Rp 9,2 Miliar, Begini Kronologinya

Waktu itu S mengaku meminjam Rp1 juta, sesuai limit ditentukan. Namun, uang pinjaman yang masuk ke rekeningnya hanya Rp600 ribu. Padahal, lanjut S, pihak pinjol tidak menjelaskan sebelumnya bahwa bunga pinjaman dipotong di depan.

"Waktu temponya satu minggu," katanya.

Dua hari sebelum jatuh tempo, pesan tagihan dari nomor mengatasnamakan pinjol yang dia utangi sudah mulai masuk ke telepon genggamnya. Tapi karena kesulitan duit, dia tak segera membayar. Setelah lewat dua hari, aplikasi pinjol itu menagih utang melalui teman-teman S dan bukan dua nomor darurat yang diberikan sebelumnya.

"Dua hari setelah jatuh tempo, mereka menagih lewat teman-teman saya, bukan dari dua nomor darurat yang saya berikan," ujarnya.

S mengetahui bila penagih mengirim pesan tak mengenakkan setelah diberitahu temannya. Sementara dua nomor darurat yang diberikan sama sekali tidak dihubungi.

"Saya dikasih tahu teman saya. Mungkin (pihak pinjol) bisa bongkar data kontak di HP saya," katanya.

Kuasa hukum korban, Tony Suryo, mengamini jika pihak pinjol menagih utang kepada kliennya melalui semua kontak telepon genggam yang ada di HP kliennya. Padahal, lanjut dia, saat mendaftar rata-rata kliennya hanya memberikan dua nomor darurat, yakni nomor kontak anggota keluarga kliennya.

"Klien kami hanya berikan dua nomor darurat," katanya.

Hal yang bikin tidak nyaman, papar Tony, bahasa menagih yang disampaikan debt collector pinjol ke kliennya bernada kasar, bahkan merendahkan martabat kliennya. "Ada yang nagih suruh jual diri saja kalau enggak kuat bayar utang, ada yang kirim pesan suruh jual ginjal, sehingga klien kami merasa tidak nyaman," katanya.

Tony mengatakan, berdasarkan laporan dari 25 kliennya, ada sekira 80 aplikator uang dilaporkan ke polisi. Dia mengatakan, kliennya sadar bahwa utang harus dibayar, tetapi yang paling dipersoalkan ialah cara menagihnya.

"Cara menagihnya yang klien kami rasakan tidak baik," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya