Kebut RUU Pesantren Biar Rampung September, DPR Panggil Ormas Islam

Sejumlah santri Pesantren Al Hidayah bersiap masuk ke dalam kelas di Desa Sei Me
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

VIVA – Rancangan Undang-undang atau RUU Pesantren dan Pendidikan Agama ditargetkan rampung September 2019. Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang mengatakan, pihaknya berencana kembali melakukan pertemuan dengan para ormas Islam.

Kontroversi Penetapan Kurikulum Merdeka Menjadi Kurikulum Nasional

Dia menekankan, Ormas Islam mesti diminta pandangannya, karena pondok pesantren dimiliki umat Islam.

"Sebagian pesantren dimiliki oleh ormas Islam sendiri, karena itu kita mengundang mereka untuk bertanya di antara pasal-pasal ini ada enggak yang kurang. Atau, ada enggak yang berlebih," kata Marwan di gedung DPR, Jakarta, Senin 26 Agustus 2019.

Sepeda Elektrik Diprediksi Makin Populer di Indonesia

Menurut dia, dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan nanti akan disertakan peraturan tentang nilai-nilai ke-Indonesiaan. Hal ini dilakukan, guna menangkal paham-paham radikal dan menanamkan rasa cinta terhadap tanah air.

"Kalau dia tidak menanamkan nilai ke-Indonesiaan, nilai Pancasila dan Islam yang moderat Islam yang rahmatan lil 'alamin itu bukan pesantren nanti begitu," jelas Marwan

Pemerintah Bidik Penjualan Mobil Listrik Capai 50 Ribu Unit

Marwan menambahkan, setelah memanggil para ormas Islam, DPR akan melakukan rapat panitia kerja (panja) untuk merampungkan pembahasan RUU ini.

Marwan menargetkan, RUU ini rampung sebelum masa jabatan DPR periode 2014-2019 berakhir.

"Sementara, untuk mengesahkan ini kan hanya ada tinggal dua kali rapat paripurna di September, 30 September sudah selesai, 1 Oktober sudah dilantik lagi, dilantik lagi anggota baru. Jangan sampai dilantik anggota baru, September harus selesai (RUU Pesantren)," ujarnya.

Puluhan santri membaca Al Quran saat tadarus massal awal Ramadhan 1440 H di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah, Medan, Sumatera Utara, Senin, 6 Mei 2019.

Perwakilan Pesantren

RUU Pesantren ditargetkan selesai pada akhir masa periode ini. Panja pun meminta pendapat sejumlah perwakilan pesantren. Mereka menginginkan kehadiran negara dalam pendidikan pesantren.

Perwakilan pesantren Tebu Ireng, Ahmad Roziki mengatakan, pesantren ingin pemerintah hadir pemerintah dalam menjamin independensi dan otonomi pesantren. Ia ingin pemerintah melindungi, memperkuat, dan melestarikan keberadaan pesantren.

"Masukan dari kami terkait di antara sumber pendanaan dari pesantren itu memasukkan APBD dan APBN. Dan, itu yang menjadikan bahwasanya pesantren menjadi salah satu pendidikan nasional," kata Roziki, usai rapat dengan panja RUU Pesantren di kompleks parlemen, Jakarta, Senin 26 Agustus 2019.

Menurutnya, pesantren seharusnya berhak mendapatkan 20 persen dana pendidikan. Sehingga kedudukan pesantren sama dengan pendidikan yang lain.

"Karena, kita melihat refleksi ke belakang, pesantren tidak kalah berjasa bagi negeri ini dibanding pendidikan yang lain," kata Roziki.

Ia mengakui, selama ini memang pemerintah kurang hadir dan kurang memperhatikan pesantren. Adapun anggaran pendidikan pemerintah untuk pesantren juga masih kalah dengan lembaga pendidikan lainnya.

"Kalau pendidikan yang lain lebih dari itu, saya kira, pesantren juga berhak setidaknya sama dengan yang lain. Jadi, bahasanya di RUU itu pemerintah akan memasok dalam pendanaan semampunya," kata Roziki.

Adapun dari sisi kurikulum, ia menjelaskan, pesantren ingin dibebaskan. Sebab, saat ini tiap pesantren memiliki masing-masing corak pendidikab.

"Kita hanya ingin melegalitas ijazah yang dibawakan pesantren itu bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi," kata Roziki.

Menurutnya, jika sudah ada standar minimal bagi pendidikan pesantren. Maka itu, harapannya ijazah dari pesantren bisa digunakan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Tetapi, standar itu tetap tak boleh mengganggu kekhasan masing-masing pesantren.

"Sehingga, tadi ada dirasah Islamiyah yang semuanya punya ciri khas berbeda-beda," kata Roziki.

Pada kesempatan terpisah, Perwakilan Ponpes Gontor,  Agus Budiman juga ingin ada penghargaan dan pengakuan terhadap pesantren. Misalnya, pendidikan yang ada di pesantren diakui dengan diberikan berupa ijazah.

"Kedua, kehadiran pemerintah di pesantren, tetapi kehadiran ini tak boleh mengganggu," ujar Agus.

Saat membaca draf RUU Pesantren ini, ia mengakui memang secara garis besar tidak ada campur tangan pemerintah dalam hal kurikulum. Sehingga, memang sudah mengakomodasi kepentingan kepentingan pesantren.

"Sampai pada tahap ini kami melihat, sudah cukup. Kami tadi memberi masukan tentang deskripsi formal pendidikan pesantren nah itu perlu dipertegas lagi. Itu masukan ya sesuatu yang masih kurang," kata Agus. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya