Kasus 49 TKA China, Polri Didesak Copot Kapolda Sultra

VIVAnews - Indonesia Police Watch (IPW) meminta Markas Besar Polri untuk segera mencopot Kapolda Sultra Brigjen Merdisyam. Sebab dalam kasus kedatangan 49 TKA China di Kendari, kapolda tidak hanya mempermalukan institusi Polri dan pemerintah, tapi juga sudah melakukan kebohongan publik dan melanggar UU ITE.

BYD Minta Maaf Konsumen di Indonesia Belum Terima Unit, Ini Biang Keroknya

Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, mengatakan apa yang dilakukan Kapolda Sultra menunjukkan bahwa sebagai perwira tinggi dan pimpinan kepolisian yang bersangkutan tidak promoter.

"Ucapannya, yang menyatakan bahwa 49 TKA China yang masuk ke Kendari adalah habis memperpanjang visa di Jakarta adalah kebohongan yang membuat keresahan di tengah kekhawatiran masyarakat terhadap isu Corona," kata Neta kepada VIVAnews di Jakarta, Rabu, 18 Maret 2020.

Mengecas Mobil Listrik Nantinya Cuma Butuh Waktu 10 Menit

Sebagai kapolda, yang bersangkutan ini tidak cermat melakukan check and rechek. Hal ini menunjukkan bahwa koordinasinya sebagai pimpinan kepolisian sangat buruk dan fungsi intelijen di Polda Sultra tidak berjalan.

Akibatnya, lanjut dia, pernyataannya sebagai pejabat publik yang dipercaya menjaga keamanan di Sultra menjadi sarat dengan kebohongan, yang pada akhirnya bisa meruntuhkan kepercayaan publik tidak hanya pada Polri tapi juga pada pemerintah Jokowi.

SPKLU Sudah Banyak, Naik Wuling BinguoEV Bisa dari Jakarta ke Mandalika

"Di samping itu, pernyataan Kapolda Sultra itu telah melanggar janji di mana seorang pejabat publik tidak boleh berbohong dan manipulatif," katanya.

Tentunya, menurut dia, pernyataan Kapolda Sultra itu jelas mencoreng institusi. Sebab itu, pimpinan Polri harus menegakkan aturannya sendiri yakni Perkap 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri.

Pada Pasal 7 ayat 1 Perkap tersebut dikatakan bahwa setiap anggota Polri wajib antara lain, a, setia kepada Polri sebagai bidang pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara dengan memedomani dan menjunjung tinggi Tribrata dan Catur Prasetya; b.menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri; c.menjalankan tugas secara profesional, proporsional, dan prosedural.

Dalam kasus ini Kapolda Sultra juga bisa terkena UU 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pasal 45A ayat 1 menyebutkan setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.

Sedangkan, UU 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 55 mengungkapkan, setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.

Kasus ini berawal dari masuknya 49 TKA China ke Kendari pada Minggu, 15 Maret 2020, malam. Kapolda Sultra mengatakan TKA China itu baru memperpanjang visa dan izin kerja di Jakarta. Tapi Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sulawesi Tenggara, Sofyan, mengatakan ke 49 TKA itu baru datang dari Henan, China.

Dua pernyataan pejabat pemerintah yang bertolak belakang ini jelas membingungkan publik di tengah merebaknya isu Corona. Kasus ini menunjukkan betapa buruknya koordinasi antar instansi pemerintah dalam mengatasi isu Corona.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya