Gita Wirjawan: New Normal Oke, tapi Pastikan Tak Ada Gelombang Kedua

Mantan Menteri Perdagangan GIta Wirjawan
Sumber :
  • Instagram @gwirjawan

VIVA – Di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Jakarta, kini dalam proses menuju kenormalan baru. Meski angka positif Covid-19 masih terus tinggi. Mantan Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan mengakui, yang paling mengkhawatirkan adalah munculnya gelombang kedua dari penyebaran virus ini.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Dari sisi ekonomi saja, kata dia, gelombang kedua bisa membuat pertumbuhan semakin susah tercapai. Karena setelah dibuka di saat new normal, tapi kemudian ditutup lagi, maka Indonesia akan kehilangan momentumnya. Menurut Gita, tidak ada masalah apabila pemerintah menerapkan new normal, tapi dengan syarat.

"Saya melihat oke-oke saja dibuka selama kita punya kepastian tidak akan terjadi gelombang kedua," kata Gita, dalam webminar yang diselenggarakan VIVA Network bertajuk 'New Normal, Bisakah Bangkitkan Ekonomi RI?' pada Selasa 9 Juni 2020.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Hanya dia melihat, sejauh ini masyarakat masih ada yang mengabaikan hidup sehat di tengah pandemi Covid-19. Seperti mengabaikan jaga jarak hingga ada yang tidak menggunakan masker. Menurutnya ini akan berbahaya, jika pola hidup baru masyarakat tidak mengindahkan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Maka ia menilai, hal ini harus menjadi pertimbangan dari pemerintah dalam menjalankan kenormalan baru di tengah pandemi.

"Kita tak bisa meremehkan," katanya.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Gita juga menyoroti anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah. Di mana sektor kesehatan menurutnya, alokasi yang disiapkan terlalu kecil. Butuh ratusan triliun rupiah, untuk bisa meminimalisir kekhawatiran munculnya gelombang kedua.

Dia mencontohkan di Korea Selatan. Negara yang awalnya dianggap sukses dalam penanganannya, dan setelah dibuka kembali ternyata timbul kluster baru sehingga harus ditutup lagi. 

Indonesia, kata dia, kalau dalam new normal tidak menerapkan protokol kesehatan seperti masker dan jaga jarak itu, maka angka positif akan bertambah. Jika demikian, maka opsi menutup lagi bisa saja diambil oleh pemerintah. Yang paling terdampak, katanya, ada sektor ekonomi. Sebab, kalau ditarik ulur seperti itu, maka susah bangkit.

"Untuk bisa pickup lagi ke atas akan susah," katanya.

Maka, lanjut mantan Ketum PBSI itu, dalam penerapan new normal atau mungkin transisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), harus ada kepastian dalam penerapan protokol kesehatan yang ketat. Untuk menghindari terjadinya penularan-penularan, setelah semua sektor dibuka kembali.

"Atau kalau ada kepastian kalau ke mal itu tertib, ke MRT itu tertib," tuturnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya