Menteri Agama Kecam Penyerangan Keluarga Habib Segaf Al-Jufri

Menteri Agama Fachrul Razi telekonferensi di Gedung DPR RI.
Sumber :
  • Humas Kemenag

VIVA – Menteri Agama Republik Indonesia, Fachrul Razi, mengecam kasus tindakan kekerasan dan intoleransi yang kembali terjadi di Indonesia pada Sabtu, 8 Agustus 2020. 

Jenderal Fachrul Razi Blak-blakan Dipecat sebagai Menag Gara-gara Tolak Pembubaran FPI

Dalam kejadian itu, kata dia, ratusan warga menyerang kediaman almarhum Habib Segaf Al-Jufri yang sedang menggelar acara Midodareni, tradisi yang banyak dilakukan masyarakat Jawa untuk mempersiapkan hari pernikahan.

Bahkan, terjadi perusakan dalam peristiwa tersebut hingga ada korban luka yang harus menjalani perawatan medis.

Roy Suryo Bilang Aduan ke Polisi soal Polemik Azan 'Mudah Dipatahkan'

“Saya mengecam intoleransi yang terjadi di Solo. Saya minta jajaran Kanwil Kemenag Jawa Tengah untuk lebih mengintensifkan dialog dengan melibatkan tokoh agama dan aparat sehingga tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama tidak terjadi,” kata Fachrul Razi di Jakarta, Selasa, 11 Agustus 2020. 

Baca juga: Heboh di Twitter, ITS Malah Ditulis Institut Teknologi Surabaya

PKS Sebut Pernyataan Menteri Yaqut Keterlaluan dan Tidak Etis

Menurutnya, bentuk kekerasan dan intoleransi seperti itu tidak bisa dibenarkan atas alasan apa pun. 

"Dalam situasi apa pun, kita harus dapat menunjukkan bahwa Islam adalah agama rahamatan lil'alamiin, penebar perdamaian, di manapun dan kapanpun," katanya.

Pesan yang sama disampaikan Menag kepada seluruh jajaran Kanwil Kemenag Provinsi di seluruh Indonesia. Menag minta, dialog antartokoh agama dan berbagai lapisan masyarakat, termasuk aparat, harus terus diintensifkan agar terbangun kesadaran bersama untuk terus meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan umat beragama. Apalagi, Kementerian Agama tengah menggencarkan pengarusutamaan moderasi beragama.

Dijelaskannya, pusat kerukunan umat beragama dan FKUB di Kabupaten/Kota agar dapat mengambil inisiatif untuk memfasilitasi proses dialog antarpihak dalam menyikapi setiap dinamika kehidupan dan kerukunan, sehingga tidak terjadi anarkisme. 

“Indonesia adalah negara majemuk. Semua pihak harus saling menghormati. Karenanya, tidak ada tempat bagi intoleransi di negara ini,” tegasnya. 

Ia berharap aparatur dapat menyelesaikan persoalan ini sesuai dengan koridor hukum. Para pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai undang-undang yang berlaku. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya