Jaksa KPK Beberkan Uang, Belasan Mobil Mewah Hasil Rohadi Main Kasus

Rohadi dalam persidangan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA –  Mantan PNS Mahkamah Agung (MA), Rohadi didakwa menerima suap, gratifikasi, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam dakwaan, nominal yang diperoleh Rohadi cukup fantastis. 

PDIP Minta Penetapan Prabowo Ditunda karena Gugatan di PTUN, KPU Tegaskan Ini

Dakwaan itu mulai dari penerimaan suap total Rp4.663.500.000, gratifikasi total Rp11.518.850.000, serta pencucian uang sejumlah Rp40.598.862.000

Terkait perkara suap dengan total Rp4.663.500.000, mantan panitera pengganti di Pengadilan Jakarta Utara itu didakwa menerima uang dari sejumlah pihak terkait pengurusan sejumlah perkara.

Hakim Geram ke Saksi di Sidang Korupsi Tol MBZ: Proyek Triliunan Gini kok Main-main

"Padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya," kata Jaksa KPK, Takdir Suhan membaca surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin malam, 1 Februari 2021.

Jaksa menyebut salah satu pemberi suap Rohadi adalah mantan anggota DPR RI, Sareh Wiyono. Dalam dakwaan, Sareh disebut memberikan uang Rp1,5 miliar kepada Rohadi untuk memenangkan perkara perdata milik teman Sareh yang sedang diajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) di MA.

Firma Hukum Tidak Sengaja Putuskan Perceraian Pasangan yang Salah, Kok Bisa?

Jaksa menguraikan, awal 2016, Sareh meminta Rohadi untuk datang menemuinya di tempat kerjanya di Lantai 4 Gedung DPR. Pada pertemuan tersebut, Sareh minta bantuan Rohadi agar memenangkan perkara perdata milik teman Sareh yang sedang diajukan upaya hukum PK di MA, 

“(Sareh mengatakan kepada Rohadi) dengan ucapan: ”Di, nanti kamu urus perkara PK perdata bapak di mahkamah agung, agar ditolak pknya, kamu bisa kan? Terdakwa lalu menyanggupi permintaan tersebut," kata jaksa.

Dua minggu kemudian, kata Jaksa, Rohadi kembali temui Sareh di Apartemen Sudirman Mansion, lantai 8, SCBD Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, Sareh intinya meminta agar putusan PK menguatkan putusan sebelumnya dan menolak gugatan PK tersebut. 

"Sareh Wiyono juga menjelaskan bahwa perkara tersebut merupakan sengketa tanah di daerah Cakung Jakarta Timur dengan register perkara nomor 47.PK.PDT.2016," kata jaksa.

Selanjutnya, Sareh menyerahkan uang tunai dalam bentuk USD (Dolar Amerika) yang nilainya setara Rp750.000.000. Uang itu dibungkus dalam paper bag warna coklat kepada Rohadi untuk mengurus perkara tersebut. 

Selain itu, Sareh menjanjikan bahwa temannya selaku pihak yang berperkara akan melengkapi pemberian uang menjadi Rp 1.500.000.000.

Pada 10 Juni 2016, Rohadi kembali datang ke apartemen Sareh Wiyono di Sudirman Mansion untuk mengambil sisa uang 'pengurusan' perkara tersebut. Sareh menyerahkan paper bag warna hijau berisi uang tunai Rp750.000.000 kepada Rohadi.

"Bahwa terdakwa mengetahui atau patut menduga uang yang diterima tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan Terdakwa, atau menurut pemikiran Rudi Indawan, Ali Darmadi dan Sareh Wiyono ada hubungan dengan jabatan Terdakwa yang dianggap mampu mengurus perkara karena dikenal mempunyai kedekatan dengan beberapa pejabat dan hakim di Mahkamah Agung," imbuh jaksa.

Atas perbuatan itu, Rohadi didakwa dengan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

Selain Sareh, Rohadi juga didakwa menerima suap dari Robert Melianus Nauw dan Jimmy Demianus Ijie senilai Rp 1,2 miliar. Uang yang diterima melalui perantaraan Sudiwardono dan Julius C Manupapami tersebut diberikan agar Rohadi mengurus perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Robert Melianus Nauw dan Jimmy Demianus supaya dapat dibebaskan pada tingkat kasasi di MA.

Selanjutnya, Rohadi disebut jaksa menerima uang sebesar Rp110 juta dari Jeffri Darmawan melalui perantara bernama Rudi Indawan. Rohadi juga disebutkan menerima suap dari Ali Darmadi Rp1.608.500.000, dan Yanto Pranoto melalui Rudi Indawan Rp235 juta. 

Rohadi dipandang memiliki kedekatan dengan hakim di MA. Sebab itu, mereka memberi uang agar Rohadi mengurus perkaranya yang sedang bergulir di MA. 

Terkait gratifikasi total Rp 11,5 miliar, sebut jaksa, terjadi sejak Mei 2001 atau saat Rohadi menjabat panitera pengganti di PN Jakarta Utara. Rohadi pada tahun 2011 sempat dimutasi menjadi panitera pengganti di Pengadilan Negeri Bekasi. 

Pada 2014, Rohadi ditugaskan kembali menjadi panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

"Terdakwa telah melakukan serangkaian perbuatan yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima gratifikasi, berupa uang-uang yang ditransfer pihak lain dengan jumlahnya sebesar Rp 11.518.850.000,” kata Jaksa.

Dalam dakwaan jaksa, tercatat ada belasan pihak yang memberi gratifikasi kepada Nurhadi. Salah satunya Direktur Utama PT Hendro Semolo Bangkit, Bambang Soegiharto dengan jumlah total sebesar Rp2.008.000.000.

"Pemberian dari Bambang Soegiharto, diterima via transfer sejak bulan Februari 2010 hingga bulan Juni 2016, dengan jumlah total sebesar Rp2.008.000.000," kata jaksa.

Terkait gratifikasi, Rohadi didakwa dengan Pasal 12 B ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Terkait TPPU dengan jumlah Rp 40,598 miliar, Rohadi dipaparkan Jaksa memakai sejumlah modus. Mulai dari membelanjakan, membayarkan, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan.

Dalam dakwaan, Rohadi disebut membeli 3 unit perumahan di Perumahan The Royal Residence, satu unit rumah villa di Perumahan Villa Bumi Ciherang, Perumahan Grand Royal Residence, sejumlah bidang tanah (lahan sawah) di Indramayu. Total pembelian tanah dan bangunan itu senilai Rp13,01 miliar.

Baca Juga: Eks Panitera PN Jakut Segera Diadili Kasus TPPU

Rohadi juga membeli 19 kendaraan roda empat dengan transaksi pembayaran seluruhnya senilai Rp7,714 miliar. Di antara mobil yang dibeli yakni, Jeep Wrangler Sport Platinum Diesel 2800 CC AT tahun 2013, Mitsubishi Pajero warna putih, Toyota New Camry 3.5 Q A/T, Toyota Alphard warna hitam, Toyota Camry Type 2.4 G AT tahun 2006 warna hitam.

Selain itu, Mitsubishi Pajero Sport Exeed 4x2 AT tahun 2015 warna hitam, Mercedes Benz C 250 CGI AT tahun 2014 warna hitam metalica, Toyota Fortuner 2.7 G Lux A/T TRD tahun 2015 warna hitam metalik, Mitsubishi Pajero Sport 2.5 Exceed 4x2 A/T warna hitam tahun 2015, dan Toyota Alphard 2.5 G AT Luxury warna putih metalik tahun 2016.

Rohadi juga dikatakan menempatkan, mentransfer, mengubah bentuk atau menukarkan dengan mata uang berupa menukarkan sejumlah mata uang asing berupa USD 461.800, SGD 1.539.720 dan SAR 7.550 yang ditukar menjadi Rp 19.408.465.000. 

Perbutan Rohadi itu didakwa melanggar Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

"Bahwa uang yang berasal dari pemberian pihak-pihak lain tersebut diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa selaku panitera pengganti yang dikenal mampu melakukan pengurusan perkara. Selanjutnya, terhadap uang tersebut Terdakwa dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi," kata jaksa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya