KPK Ingatkan RS Jangan Berani-berani Potong Insentif Nakes

Ilustrasi Seorang petugas kesehatan bersiap menyuntikkan vaksin COVID-19 untuk para tenaga kesehatan.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima informasi adanya pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) sebesar 50 sampai 70 persen oleh sejumlah pihak manajemen rumah sakit (RS).

Sempat Hilang Kesadaran Akibat Sepsis, Chicco Jerikho Ngerasa Dikasih Kesempatan Kedua

KPK langsung menegur dan mengingatkan kepada pihak manajemen rumah sakit agar tidak semena-mena memotong insentif para nakes.

"KPK mengimbau kepada manajemen rumah sakit agar tidak melakukan pemotongan insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes). KPK menerima informasi terkait adanya pemotongan insentif nakes oleh pihak manajemen RS dengan besaran 50 hingga 70 persen," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati kepada awak media, 23 Februari 2021.

Microsoft Tak Bakal Nyesel Investasi di Indonesia, Luhut: Saya Janji

Ipi menjelaskan, dari informasi yang diperoleh KPK, insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan secara langsung tersebut dilakukan pemotongan oleh pihak manajemen rumah sakit. Insentif yang dipotong itu kata Ipi kemudian diberikan kepada nakes atau pihak lainnya yang tidak berhubungan langsung dalam penanganan pasien COVID-19. 

Pada Maret hingga akhir Juni 2020 lalu melalui kajian cepat terkait penanganan COVID-19 khususnya di bidang kesehatan, KPK juga menemukan sejumlah permasalahan terkait pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan berdasarkan analisis terhadap Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No.HK.01.07/MNENKES/278/2020,

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Ipi menjelaskan, permasalahan itu di antaranya yakni potensi inefisiensi keuangan negara yang disebabkan duplikasi anggaran untuk program pemberian insentif tenaga kesehatan di daerah, yakni melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Belanja Tidak terduga (BTT).

"Kemudian, proses pembayaran yang berjenjang menyebabkan lamanya waktu pencairan dan meningkatkan risiko penundaan dan pemotongan insentif atau santunan tenaga kesehatan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Ipi.

Selanjutnya proses verifikasi akhir yang terpusat di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dapat menyebabkan lamanya proses verifikasi dan berdampak pada lambatnya pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan.

Atas permasalahan tersebut, KPK telah mengeluarkan rekomendasi perbaikan berupa, pengajuan insentif tenaga kesehatan pada salah satu sumber anggaran saja yakni bantuan operasional kesehatan (BOK) dan belanja tidak terduga (BTT).

Kemudian pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan di kabupaten, kota, provinsi yang dibiayai dari BOK cukup dilakukan oleh tim verifikator daerah, serta pembayaran insentif dan santunan dilakukan secara langsung kepada nakes.

"Atas rekomendasi tersebut, Kementerian Kesehatan telah menindaklanjuti dan menerbitkan regulasi baru dengan perbaikan pada proses verifikasi dan mekanisme penyaluran dana insentif dan santuan bagi nakes yang menangani COVID-19," ujarnya

Untuk memastikan para nakes menerima haknya tanpa ada pemotongan, KPK telah meminta Inspektorat dan Dinas Kesehatan untuk bersama-sama turut melakukan pengawasan dalam penyaluran dana insentif dan santunan bagi nakes. 

"Insentif dan santunan kepada nakes merupakan bentuk penghargaan dari pemerintah kepada tenaga kesehatan yang menangani COVID-19. Pemerintah memberikan insentif dan santunan kematian yang diatur dalam Kepmenkes 278/2020 tanggal 27 April 2020. Yang merupakan hak bagi tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam penanganan COVID-19 pada fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya