Data Presiden Bocor, LPSK: Sistem Perlindungan Data Pribadi Lemah

Ilustrasi kebocoran data.
Sumber :
  • Pixabay/blickpixel

VIVA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merasa heran dengan bocornya data pribadi, dan data vaksinasi Presiden Joko Widodo. Bocornya data Presiden hingga tersebar di dunia maya tersebut menunjukkan lemahnya sistem perlindungan data pribadi di Indonesia.

Momen Prabowo Ditarik Wakil PM Singapura Lawrence Wong di Istana Bogor

"Terkait dengan kebocoran data pribadi Presiden, pemerintah dinilai teledor. Publik heran bagaimana bisa data pribadi seorang presiden bisa bocor. Sistem perlindungan data pribadi warga negara memang sangat lemah. Milik Presiden saja bobol. Peristiwa ini sebagai syiar ketakutan publik. Kedaulatan data pribadi warga negara terancam," kata Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution, Senin, 6 September 2021.

Maneger lebih jauh menuturkan, dunia maya merupakan tempat virtual atau media yang menyediakan penggunanya untuk melakukan hal-hal seperti berbagi informasi, bermain game, berkomunikasi, melaksanakan transaksi jual beli dan masih banyak lagi aktivitas lainnya.

Menag Yaqut: Haji 2024 Jadi yang Terbaik Sepanjang Kepemimpinan Presiden Jokowi

Dalam dunia maya, pengguna dapat melaksanakan apapun selama hal tersebut masih terkait dengan dunia virtual. Meskipun bebas, dalam dunia maya, masyarakat memiliki "kartu identifikasi" masing-masing mirip seperti bagaimana dalam dunia nyata yakni KTP.

“Kartu identifikasi yang disebut tadi adalah IP atau internet protokol, dan IP berfungsi sebagai pembedaan pengguna internet satu sama pengguna lainnya," ujarnya.

Paparkan Revolusi Ketenagakerjaan PMI, Kepala BP2MI Sebut Golden-Triangle Harus Kolaborasi Solid

Namun, kata Maneger, tidak jarang jika ingin mengakses sebuah website, pengguna harus mengisi atau mendaftarkan diri dengan data pribadi seperti nama lengkap, tempat tanggal lahir, nomor telepon meski websitenya sudah mengetahui IP kita.

Dengan banyaknya website yang harus mendaftarkan data pribadi pengguna, tidak jarang data-data tersebut tersebar kepada umum, karena keamanan website-nya kurang bagus sehingga terbobol ataupun karena dijual oleh websitenya kepada iklan.

"Seperti jika kita sedang mencari sebuah produk di website olshop (online shopping) dan setelah itu pindah ke website lain yang memiliki iklan. Iklan tersebut akan merekomendasikan produk tersebut untuk dijual dan bisa terlihat bagaimana itu bisa menjadi masalah bagi seseorang yang ingin menjaga privasinya," ujarnya.

Maneger mengingatkan, dengan banyaknya situs yang meminta data pribadi meski sekedar email, hal tersebut menjadi umum. Sehingga mayoritas pengguna internet tidak akan berpikir dua kali mengisi data pribadinya dalam website.

Padahal, hal itu justru berbahaya karena jika data pribadi terbuka untuk umum, seseorang dapat mengetahui nama, alamat, nomor telepon, e-mail dan lain-lainnya. Sehingga seorang hacker dapat mengakseskan misal akun instagram kita atau bahkan kartu atm kita sehingga terjadinya Cybercrime.

"Dengan demikian sangat jelas terlihat mengapa data pribadi warga negara sangat penting untuk dilindungi dan hak atas privasi setiap warga negara harus dipertegaskan," katanya.

Untuk itu, Maneger menilai, Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi sebuah keniscayaan dan mendesak untuk segera disahkan. RUU itu, lanjut dia, dapat memastikan data pribadi warga negara Indonesia terhadap privasi dan perlindungannya.

"Meskipun publik dikabari bahwa ada dua masalah yang masih harus diselesaikan soal RUU PDP tersebut, yaitu soal harmonisasi dengan Dukcapil Kemdagri, karena masalah sinkronisasi beberapa hal mengenai data pribadi yang ada di UU Aminduk dan RUU PDP, masih terus diusahakan penyelesaiannya serta soal hukuman bila ada yang melanggar peraturan tersebut," katanya.

Maneger menambahkan, bila UU ITE disahkan atas dasar kesadaran maraknya kejahatan pada dunia cyber, maka UU PDP harus disahkan sesegera mungkin atas kesadaran yang sama atau bahkan lebih mendesak lagi. Hal ini karena pada dasarnya data pribadi adalah identitas diri, yang keberadaannya merupakan hak konstitusional warga negara.

"Ketidakteraturan mengenai hal tersebut menyebabkan kerugian bagi warga negara yang hak terhadap privasinya dilangkahi oleh pihak yang menyimpan data pribadinya. Untuk itu negara harus hadir melindungi demi kedaulatan data pribadi warga negara," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya