ICW Tunggu Langkah Konkrit Jokowi Undangkan RUU Perampasan Aset

Ilustrasi barang bukti kasus korupsi
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia awal Desember 2021, Presiden Joko Widodo sempat menyinggung Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, yang harus dituntaskan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menunggu langkah nyata Kepala Negara, sehingga menjadi undang-undang yang bisa digunakan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Nasib Jokowi di PDIP, Kaesang Pangarep Tidak Ingin Ikut Campur: Itu Urusan Partai Lain

ICW mendesak agar Presiden tidak hanya lip service terkait rencana pengundangan RUU Perampasan Aset. Yang hingga kini masih mandek.

“Sebab, selama tujuh tahun menjadi Presiden, Bapak Joko Widodo lebih sering menempatkan isu antikorupsi hanya sebatas jargon, tanpa ada suatu tindakan konkret mendukungnya,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada awak media, Senin, 20 Desember 2021.

PM Singapura akan Temui Jokowi Pekan Depan, Bahas Energi Hingga IKN

Dari sisi DPR, lanjut Kurnia, ICW tidak meyakini proses legislasinya akan berjalan dengan lancar. Sebab, kata dia, rekam jejak DPR selama ini jarang memprioritaskan undang-undang yang memperkuat penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi.

RUU Perampasan Aset Bisa Kembalikan Uang Negara 

Menlu Singapura Bertemu Jokowi di Istana Negara, Ini yang Dibahas

Kurnia menambahkan, RUU Perampasan Aset ini menjadi penting, khususnya terhadap pemberantasan korupsi. Mengingat gap antara kerugian keuangan negara dengan uang pengganti, masih sangat tinggi. 

Misalnya dalam catatan ICW, kerugian keuangan negara tahun 2020 mencapai Rp56 triliun, sedangkan uang penggantinya hanya Rp19 triliun. 

“Ini membuktikan bahwa pendekatan hukum pidana yang menggunakan pendekatan in personam belum terbukti ampuh untuk memulihkan kerugian keuangan negara. Selain itu, RUU Perampasan Aset juga sejalan dengan Pasal 54 ayat (1) huruf c Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC),” jelasnya. 

Menurut Kurnia, ada sejumlah manfaat yang bisa didapatkan dengan mengundangkan RUU Perampasan Aset. Pertama, pembuktiannya lebih mudah karena berbeda dengan pembuktian yang dianut hukum pidana. 

“RUU Perampasan Aset tidak lagi berbicara mengenai kesalahan individu atau membuktikan adanya niat jahat pelaku, dalam hal ini penuntut umum cukup menggunakan standar pembuktian formal. Sederhananya, jika ditemukan adanya tindak pidana lalu ada aset yang tercemar dari tindak pidana tersebut, maka penegak hukum dapat memproses hukum lebih lanjut dengan tujuan perampasan,” jelas Kurnia.

Kedua, RUU Perampasan Aset mengenal rezim pembuktian terbalik. Pemilik aset diminta untuk membuktikan sebaliknya bahwa aset tersebut tidak tercemar tindak pidana. 

“Jika itu tidak bisa dilakukan, maka aset segera dirampas untuk negara. Ketiga, RUU Perampasan Aset menjadi jawaban dari permasalahan banyaknya buronan korupsi saat ini. Jika ini diundangkan, maka penegak hukum dapat mengidentifikasi aset para buronan dan memproses hukum aset tersebut agar segera dirampas untuk negara,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya