Kontroversi Ciri Penceramah Radikal Versi BNPT

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. Ahmad Nurwakhid
Sumber :
  • ANTARA

VIVA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) belum lama ini mengeluarkan ciri-ciri penceramah radikal. Hal ini merespon pernyataan Presiden Joko Widodo di depan acara Rapim TNI 2022 yang mengingatkan bahaya radikalisme dan mengingatkan TNI-Polri dan keluarganya tidak mengundang penceramah radikal.

Tokoh Hindu Sebut World Water Forum ke-10 Dapat Tingkatkan Perekonomian Warga Bali

Menurut Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid mengatakan pernyataan Presiden Jokowi terkait penceramah radikal merupakan peringatan kuat untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.

"Sejak awal kami (BNPT, Red) sudah menegaskan bahwa persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini, karena sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme. Radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan mempolitisasi agama," kata Nurwakhid dalam keterangan persnya dikutip VIVA, Rabu, 9 Maret 2022.

Tokoh Bali Ngurah Harta Pastikan Bali Aman, Siap Selenggarakan World Water Forum ke-10

Nurwakhid lantas membeberkan beberapa indikator untuk mengetahui penceramah radikal, mulai dari isi materi yang disampaikan bukan tampilan penceramah.

Setidaknya, menurut Nurwakhid, ada lima indikator. Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Mantan Teroris Poso Dukung Penuntasan Masalah Terorisme di Sulawesi Tengah

Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan sebaran hoaks.

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Kelima, biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan.

"Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan, dan keragaman,"katanya pula.

Nurwakhid juga menegaskan strategi kelompok radikalisme memang bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi ke tengah masyarakat.

"Ada tiga strategi yang dilakukan oleh kelompok radikalisme. Pertama, mengaburkan, menghilang bahkan menyesatkan sejarah bangsa. Kedua, menghancurkan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia. Ketiga, mengadu domba di antara anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan)," kata Nurwakhid.

Strategi ini dilakukan dengan mempolitisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa. Proses penanamannya dilakukan secara masif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah radikal tersebut.

"Inilah yang harus menjadi kewaspadaan kita bersama dan sejak awal untuk memutus penyebaran infiltrasi radikalisme ini salah satunya adalah jangan asal pilih undang penceramah radikal ke ruang-ruang edukasi keagamaan masyarakat," katanya lagi.

Sementara itu, Wakil Ketua MUI Buya Anwar Abbas menilai ciri-ciri penceramah radikal versi BNPT 
ada yang benar dan salah. Dia menyinggung ciri pertama yaitu mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional. 

Anwar mempertanyakan ciri tersebut karena cenderung diskriminatif langsung terkait agama. Dia heran mengapa hanya kategori penceramah radikal tapi tidak dengan profesi lain seperti misalnya dosen. 

"Sekarang pertanyaan saya begini, saya dosen. Kalau ada dosen yang mengajarkan ajaran anti Pancasila, radikal apa tidak? Itu radikal juga kan ya," ujar Anwar dalam Catatan Demokrasi tvOne yang dikutip VIVA pada Rabu, 9 Maret 2022. 

Korupsi Radikal Gak?

Dia mengingatkan ada tiga musuh negara mengancam eksistensi negara. Ia merincikan tiga musuh yang dimaksud adalah radikalisme-terorisme. Lalu, korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian, ketiga soal paham-paham yang tidak sesuai dengan Pancasila. 

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Abbas (Instagram/smart.gram)

Photo :

Anwar pun mengkritik ciri kedua versi BNPT yaitu mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama. Dia bingung dengan ciri tersebut karena mencantumkan mengajarkan paham takfiri terhadap yang berbeda agama.  

"Ini maaf ini ya. Pedoman orang Islam itu adalah Alquran dan Sunnah. Jadi, kalau Tuhan menyatakan orang itu kafir, saya tidak berani-berani mengatakan dia tidak kafir," tutur Anwar yang juga Ketua PP Muhammadiyah tersebut. 

Kemudian, ia menyampaikan pandangannya soal ciri ketiga versi BNPT yaitu menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara. 

Dia mengaku setuju dengan ciri ini. Namun, ia mengingatkan ciri ini jangan diimplementasikan secara suka-suka. Maksudnya, ia mengkritik ciri ini dianggap sama dengan pihak yang anti pemerintah.  

Anwar mengaku sebagai salah satu yang kerap mengkritik pemerintahan Jokowi. Tapi, dia kerap dianggap radikal oleh pihak tertentu. "Banyak orang yang mengelompokkan saya radikal karena saya banyak mengkritik pemerintah. Kenapa Pak Anwar Abbas mengkritik pemerintah? Saya tidak akan menyalah-nyalahkan Pak Jokowi kalau Pak Jokowi benar," jelas Anwar. 

Dia bilang bukan bagian pendukung Jokowi. Namun, jika Jokowi benar, dia akan mendukungnya. Begitu juga sebaliknya bila Jokowi salah maka ia akan mengkritik. "Tapi, kalau Pak Jokowi salah, saya sebagai seorang muslim apalagi pimpinan di dua organisasi, wajib hukumnya bagi saya untuk mengingatkan," kata Anwar. 

Pun, dia mengkritisi ciri keempat BNPT yaitu memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Dia mengatakan setuju dengan toleransi. Tapi, menjadi pertanyaan akan sulit toleransi bila sehari-hari ada pihak yang menghina dan merendahkan suatu agama. 

"Dan, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Karena dilindungi pihak-pihak tertentu. Pertanyaan saya kalau bereaksi terhadap mereka, saya radikal atau tidak begitu. Itu yang jadi pertanyaan bagi saya ya," sebut Anwar. 

Lebih lanjut, ia bilang untuk ciri kelima yakni biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan. Dia menjelaskan Islam itu sebagai dakwah amar makruf nahi mungkar.  Terkait ciri kelima ini, ia menyebut bisa mencontoh metode dakwah yang disampaikan Wali Songo. 

"Jadi, kalau budaya itu sesuai dan sejalan dengan ajaran Islam ya kita biarkan tumbuh dan berkembang. Tapi, kalau budaya, itu bertentangan dengan dengan agama Islam, maka wajiblah hukumnya bagi kita yang tahu untuk mengingatkan gitu," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya