Menkumham Yakin Pengesahan RKUHP Bisa Perkuat Hukum Pidana Nasional

Menkumham Yasonna Laoly dalam Pengesahan RKUHP di paripurna DPR-RI
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Nasional - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI, Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan bahwa Rancangan Undang-undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) memperluas jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana. 

Pembunuh Wanita Hamil di Kelapa Gading Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara

Hal itu disampaikan Yasonna saat membacakan pendapat akhir Presiden atas RKUHP, dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 6 Desember 2022.

Yasonna menjelaskan, terdapat tiga pidana yang diatur dalam RKUHP, yakni pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus.

Pembangkangan Terhadap UU Telekomunikasi, Pengusaha Ilegal Ini Diancam Hukuman Pidana

“Berkaitan dengan pidana pokok, RUU KUHP tidak hanya mengatur pidana penjara dan pidana denda saja. Tetapi menambahkan pidana tutupan, pidana pengawasan, serta pidana kerja sosial,” kata Yasonna.

Pengesahan RKUHP di DPR-RI

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
Ada 157.366 Napi Dapat Remisi Khusus, 977 Diantaranya Langsung Bebas

Dia menyampaikan ada perbedaan besar yang perlu digarisbawahi. Ia menekankan, RKUHP tak lagi menempatkan pidana mati sebagai pidana pokok. Namun, melainkan pidana yang bersifat khusus, yang selalu diancamkan secara alternatif dan dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun.

Menurut dia, hal itu dengan pertimbangan terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan memperbaiki kehidupannya. “Selain pidana mati, pidana penjara juga direformasi secara signifikan dalam RUU KUHP,” kata Yasonna. 

Yasonna bilang untuk reformasi pidana penjara itu mengatur pedoman yang berisikan keadaan tertentu untuk sedapat mungkin tidak dijatuhkan pidana penjara kepada pelaku tindak pidana. 

Dia mengatakan keadaan tersebut, antara lain, jika terdakwa adalah anak, berusia di atas 75 tahun, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan beberapa keadaan lainnya. 

“Namun demikian, atas dasar mengutamakan keadilan, diatur pula ketentuan mengenai pengecualian atas keadaan tertentu di atas terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih," lanjut Yasonna.
 
"Tindak pidana diancam dengan pidana minimum khusus, atau tindak pidana tertentu yang membahayakan atau merugikan masyarakat, atau tindak pidana yang merugikan keuangan atau perekonomian negara,” jelas Yasonna.

Lebih lanjut, dia mengatakan sebelum RKUHP disahkan, pemerintah juga sudah melakukan sosialisasi berupa diskusi publik terjadwal yang diselenggarakan di 11 kota pada 2021. Kemudian, dialog publik yang diselenggarakan di 11 kota pada 2022. 

Kata dia, pemerintah juga sudah menerima masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan RKUHP. 

Yasonna mengklaim, kegiatan sosialisasi juga dilakukan secara luring maupun daring yang dihadiri oleh unsur: aparat penegak hukum, akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat. Selain itu, kata dia, ada unsur organisasi mahasiswa, pers/media, organisasi profesi hukum, organisasi agama, masyarakat hukum pidana dan kriminologi Indonesia, dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP.

Demo RKUHP di depan Gedung DPR RI, Senin, 5 Desember 2022

Photo :
  • VIVA/Andrew Tito

Yasonna menambahkan, dengan disahkannya RKUHP menjadi Undang-Undang, maka dapat menjadi peletak dasar bangunan sistem hukum pidana nasional. Hal ini sebagai perwujudan dari keinginan untuk mewujudkan misi dekolonisasi KUHP peninggalan warisan kolonial. 

Selain itu, dia mengatakan juga sebagai bentuk demokratisasi hukum pidana, konsolidasi hukum pidana. Dia juga menekankan adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi baik sebagai akibat perkembangan di bidang ilmu pengetahuan hukum pidana maupun perkembangan nilai-nilai, standar serta norma yang hidup, perkembangan dalam kehidupan masyarakat hukum Indonesia, dan sebagai refleksi kedaulatan nasional yang bertanggung jawab.

“RUU KUHP merupakan salah satu RUU yang disusun dalam suatu sistem kodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda,” kata Yasonna.

Diketahui, DPR RI mengesahkan RKUHP menjadi UU dalam pembicaraan tingkat II di rapat paripurna ke-11 masa persidangan II tahun sidang 2022-2023. Paripurna digelar di Nusantara II, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta. 

Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Hadir juga pimpinan lain, yakni Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan Lodewijk F Paulus. 

KUHP sebelumnya merupakan warisan kolonial Belanda yang dibuat tahun 1.800 (222 tahun lalu), dan berlaku di Indonesia sejak 1918 yang berarti sudah 104 tahun. Hal itu membuat banyak pihak menilai perlu ada pembaruan KUHP sesuai perkembangan zaman dan kebutuhan nasional.

KUHP buatan Belanda dibuat menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam. Saat ini orientasi hukum mengacu pada keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif.

Adapun RKUHP yang disahkan hari ini sudah diinisiasi sejak 1958. RKUHP itu juga sudah dibahas di DPR sejak 1963 tapi baru disahkan akhir tahun 2022.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya