Kakek 72 Tahun Demo Protes Tanah Wakaf dengan Bakar Ban dan Blokade Jalan Pengadilan Agama

Seorang kakek bernama Mansyur Rudi Yusuf, bersama warga dan aliansi mahasiswa, berunjuk rasa di depan Pengadilan Agama, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu, 7 Desember, untuk menolak eksekusi pengadilan atas tanah wakaf warisan keluarganya.
Sumber :
  • VIVA/Muhammad AR

VIVA Nasional – Seorang kakek bernama Mansyur Rudi Yusuf (72 tahun), bersama warga dan aliansi mahasiswa, berunjuk rasa di depan Pengadilan Agama Kota Bogor, Jawa Barat. Sang kakek menolak eksekusi pengadilan atas tanah wakaf warisan keluarganya di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor.

Mahfud Khawatir Korupsi Meluas dan Merusak Negara jika Jumlah Kementerian Bertambah

Selain berorasi, masa pendemo memblokade jalan dan membakar ban di Jalan KH Abdullah Bin Nuh, depan Pengadilan Agama Kota Bogor. Aksi unjuk rasa ini menyebabkan kemacetan panjang. Polisi dan TNI di lokasi berjaga mengamankan massa agar tidak bertindak anarkistis. Petugas Pengadilan Agama pun menerima perwakilan warga.

Mansyur Rudi Yusuf mengungkapkan, demo itu dilakukan bersama keluarganya karena lahan warisan dari kakeknya, Mangsoer R.D.H. Dalem, dengan dasar surat girik 1958 pemerintahan Republik Indonesia, akan dieksekusi atas keputusan yang janggal. Lahannya diputuskan Pengadilan oleh pihak Yayasan Wiranata, yang mendapat wakaf dari Raden Adipati Wiranata pada tahun 1849.

Viral Aksi Begal Payudara Siswi SMP di Bogor, Pelaku Diduga ODGJ

Seorang kakek bernama Mansyur Rudi Yusuf, bersama warga dan aliansi mahasiswa, b

Photo :
  • VIVA/Muhammad AR

"Wiranata itu meninggal di Mekkah, Arab Saudi, tahun 1849. Tahun segitu belum ada Republik Indonesia, kalau sertifikat girik saya tahun 1958 itu sudah Republik Indonesia. Ditanda-tangannya oleh negara giriknya luasnya 9 hektare. Ada mafia tanah di sini," katanya, saat demo.

Kalah di Pilpres 2024, Ini Kegiatan yang Bakal Dilakukan Mahfud Selanjutnya

Yusuf menyebut, selain surat girik, tanah keluarganya juga diakui oleh pihak Yayasan bukan milik yayasan tersebut dengan bukti surat pernyataan, termasuk bukti foto keluarga, dan peta yang tergambar di atas kulit kambing. Oleh karena itu, dia bersama keluarga dan warga kampung akan terus menempu jalur hukum. Juga melaporkan kasus itu kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD.

Dugaan mafia tanah

Kordinator Aksi, Muhammad Fachro, menyampaikan banyak kejanggalan yang dimunculkan oleh pihak Yayasan yang mengklaim tanah wakaf tersebut. Proses eksekusi yang akan dilakukan oleh pihak Pengadilan Agama Kota Bogor tidak sesuai dengan aturan yang terdapat dalam hukum acara, karena putusan Pengadilan Agama Nomor 1031/Pdt.G/2015/PA.Bgr menjadi putusan yang keliru. Sebab, seharusnya Pegadilan Agama hanya mengurus mengenai proses wakafnya, bukan mengenai siapa yang berhak atas penguasaan lahan tersebut.

"Karena itu merupakan ranah Pengadilan Negeri. Bahwa kami melihat potensi perbuatan melawan hukum pada proses penguasaan atas tanah milik ahli waris Mangsoer R.D.H. Dalem. Bahwa Kami menyatakan sikap apabila Pihak Pengadilan Agama Bogor tetap melakukan eksekusi tanah wakaf atas dasar wakaf tahun 1849 yang kami nilai tidak logis menurut kacamata hukum," katanya.

Dengan demikian, menurut Fachro, keluarga ahli waris Mangsoer R.D.H. Dalem menolak putusan Pengadilan Agama Kota Bogor, yang telah memenangkan pihak Wiranata. Maka aksi hari ini, meminta kejelasan dari Kepala Pengadilan Agama Kota Bogor terkait putusan yang dianggap janggal dan keluarga menuntut menghentikan eksekusi tanah waris keluarga Mangsoer Raden Haji Dalam.

Ilustrasi kasus hukum yang disidangkan di pengadilan.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Warga meminta Mahkamah Agung mencopot Kepala Pengadilan Agama Bogor, sekalian mendesak KPK dan Komisi Yudisial memeriksa dan menyelidiki potensi dugaan persekongkolan jahat pada Pengadilan Agama Bogor.

"Kami meminta aparat penegak hukum untuk memeriksa para nadzir (penerima wakaf) dan memeriksa dugaan sindikat mafia tanah, lurah Katulampa, dan KUA Sukaraja," kata Fachro.

Klaim pengadilan profesional

Panitera sekaligus Humas Pengadilan Agama Kelas 1 A Kota Bogor, Hermansyah, mengatakan Pengadilan belum menetapkan jadwal eksekusi terhadap tanah yang menjadi sengketa wakaf tersebut. Namun, dia mengingatkan, pelaksanaan eksekusi menjadi kewenangan mutlak Ketua Pengadilan.

"Dan pada saat ini, perlu bapak-ibu ketahui, terjadi pergantian pimpinan Pengadilan Agama yang mutasi, dan menjadi kewenangan pimpinan yang baru," ujarnya.

Ilustrasi sidang di pengadilan.

Photo :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

Unjuk rasa itu terkait dengan sengketa tanah wakaf pada tahun 1849, karena terjadi peralihan hak, dengan cara wakaf oleh satu orang kepada pihak lain. Di kemudian hari tanah wakaf itu diklaim oleh pihak yang melakukan unjuk rasa.

"Ini adalah salah satu ahli waris yang merasa memiliki tanah itu. Bagaimana menentukan itu harus melalui proses persidangan sampai ada putusan, karena semua harus berdasarkan bukti. Orang boleh ngomong apa saja. Jadi, seperti apa yang disampaikan di dalam mekanisme sudah kita sediakan dipakai. Ini warisan wakaf secara Islam," katanya.

Mengenai tuduhan adanya mafia tanah dalam putusan Pengadilan Agama, Hemansyah meminta masyarakat melaporkan hal tersebut kepada aparat penegak hukum. Namun, selama proses sidang berjalan, katanya, Pengadilan Agama Kota Bogor sudah berjalan dengan profesional dengan melaksanakan persidangan sampai ada putusan dan bahkan dikuatkan oleh Mahkamah Agung.

"Prinsip dasar pengadilan itu berkerja secara profesional, kami terikat bukan hanya hukum material dan formil tetapi juga kode etik; makanya sepanjang ada indikasi seperti itu silakan dilaporkan," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya