Melihat Sikap Toleransi Beragama Antar Umat Muslim dan Katolik di Banyumas

Kelompok agama Katholik di Banyumas menerima siswa keagamaan islam
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Nasional – Sikap toleransi dan mendambakan kerukunan adalah hal yang didambakan tiap umat manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dambaan inilah yang direalisasikan masyarakat Katolik di Desa Klapagading Kulon, Kecamatan Wangon, Banyumas dalam menanamkan sikap toleransi dengan umat muslim.

Dinilai Musyrik Lantaran Ramalannya, Begini Jawaban Hard Gumay

Kelompok agama Katolik yang menjadi kelompok minoritas di Kecamatan Wangon tepatnya di Gereja Santo Pascalis Wangon, menerima kedatangan anak-anak sekolah yang berbasis keagamaan Islam seperti SMK Maarif NU 1 Wangon adalah salah contoh bagaimana secara terbuka menerima kedatangannya dengan baik.

Dalam menerapkan jiwa toleransi sebagai bentuk keberagaman, beberapa pilar yang menjadi penguatan moderasi beragama selain menghindari konflik, memahami wawasan kebangsaan, dan menghormati dam menghargai budaya lokal adalah membangun hubungan baik dengan masyarakat sekitar. 

Tantangan Guru Pendidikan Agama Islam

Menurut Frater atau calon imam Gereja Katolik, Agustinus Dwi Prasetiyo menjelaskan momentum moderasi beragama penting untuk konsolidasi, merekatkan, dan menguatkan kembali pentingnya toleransi di Indonesia, khususnya di Banyumas.

Kisah 2 Tokoh Hebat Minangkabau Murtad, Ada Adik Pahlawan Nasional

Pras menjelaskan kehidupan yang rukun dalam kemajemukan serta tidak saling menghujat dan membenci akan lahir dan tumbuh dari kesediaan menerima perbedaan pemahaman, menghargai, dan menghormati. "Ini merupakan wujud dari sikap toleransi, serta menumbuhkan kesadaran pada masyarakat bahwa realitas kehidupan adalah heterogen dan multikultural," katanya.

Dirinya menegaskan bahwa harus punya komitmen kebangsaan yang kuat, menjunjung tinggi sikap toleransi kepada sesama, memiliki prinsip anti kekerasan. "Kami  juga menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat di sekitar Gereja Santo Pascalis dan merupakan bentuk keberagama,” ujar Frater Pras.

Ditambahkan Frater Pras, dirinya menyadari bahwa jumlah gereja secara umum di Indonesia tidak banyak begitu pula umatnya, namun dalam hal moderasi tidak memandang jumlahnya tetapi kontekstual dalam menghidupi iman sangat dibutuhkan, karena pada dasarnya  manusia diciptakan sangat berbeda, kaya akan budaya, dan juga aliran kepercayaan.

"Di indonesia ini kita diciptakan sangat plural dengan beragam agama, budaya, itu yang perlu diterima sehingga sikap moderasi beragama sangat membantu kaum minoritas seperti agama Katholik tanpa saling bersinggungan," ujarnya.

Ditambahkan bahwa Moderasi beragama sangat membantu siapapun terlebih gereja Katolik Santo Pascalis di Wangon dalam menghayati keimanannya.

Sementara salah satu siswa SMK Maarif NU 1 Wangon bernama Adel dan Intan bertanya kepada Frater Pras tentang sebuah kerjasama sosial yang sering dilakukan antara gereja Santo Pascalis Wangon dengan warga sekitar, Pras menjawab bahwa perwujudan cinta kasih kepada sesama tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan adalah salah satunya berbagi kepada khususnya orang terpinggirkan, menderita, dan kaum yang belum beruntung.

"Manusia beragama diciptakan Tuhan dengan harkat dan martabat yang dihadapanNYA, sehingga bagi kami kaum Katolik tidak menghendaki ada masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, dan penindasan supaya antar sesama dapat menjalankan hidupnya sebagai manusia bermartabat," terangnya.

Frater Pras juga mengapresiasi sikap moderasi beragama yang ditunjukan oleh para pendidik di SMK Maarif NU 1 Wangon yang menanamkan sikap toleransi kepada siswa siswinya, sehingga tanpa sungkan menerapkan keberagaman dengan baik. "Kami apresiasi penerapan kepada siswa siswi di SMK Maarif NU 1 Wangon sehingga mereka mampu beradaptasi dan menciptakan lingkungan yang agamis dengan ke NU annya," ujarnya.

Ia mencontohkan KH Abdurrahman Wahid tokoh NU yang mampu menciptakan sebuah perbedaan menjadi sesuatu yang indah, dan hal itu merupakan penerapan toleransi beragama yang harus dilestarikan. "Harapan setiap penganut agama apapun pasti menginginkan hidup rukun, damai dan tertanam sikap saling menghargai," jelasnya.

Kerukunan yang terjalin antara Katolik dan umat Islam di sekitar Gereja Santo Pascalis yang terletak di Jalan Raya Wangon Cilacap ini nampak ketika terdapat perayaan hari-hari besar keagamaan seperti Natal.

Biasanya umat Islam terutama dari organisasi keagamaan NU dengan Banser ikut menjaga ketertiban umum di sekitar Gereja. Hal itu untuk membantu kekhusuan dalam peribadatannya. Selain itu umat Islam di sekitar Gereja tidak memaksakan umat Katholik untuk berpindah keyakinan, mereka berprinsip agamaku agamamu.

Sedang Waka Kehumasan SMK Maarif NU 1 Wangon, Ali Sobirin menambahkan pentingnya untuk mengerti dan memahami contoh toleransi antar umat beragama mengingat ada beberapa agama yang berkembang di Indonesia.

Ali mencontohkan toleransi dengan menghormati hak setiap orang untuk memilih agamanya dan memberi ruang bagi penganut agama lain untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya masing-masing.

Sedangkan bentuk nyata penerapan kerukunan antara umat Katolik dan Islam di sekitar Gereja Santo Pascalis diantaranya pernah dilakukan yaitu ikut memberikan pemahaman tentang kesehatan salah satunya jambanisasi. 

Kemudian ikut menyadarkan agar aliran sungai yang tadinya kurang peduli dengan kebersihan saluran air yang keruh, kotor, dan bau, melalui para suster mengajak masyarakat sekitar untuk membersihkan aliran sungai, dan memberikan pemahaman pentingnya tempat mandi dan wc pribadi di setiap rumah.

"Itulah yang kami terapkan bersama menjaga kebersamaan agar tercapai kerukunan walau berbeda agama baik di keluarga, lingkungan sekolah, maupun kehidupan bermasyarakat," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya