MAKI Adukan Alexander Marwata ke Dewas KPK Buntut Kisruh Kasus Korupsi di Basarnas

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Sumber :
  • Antara

Jakarta – Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) melaporkan Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata ke Dewan Pengawas (Dewas). Dalam hal itu, Alex dilaporkan terkait dengan dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku buntut kisruh kasus dugaan korupsi di Basarnas.

Dewas Sindir Pimpinan KPK: Periode Sekarang Tidak Sangat Mengenakkan

"MAKI melaporkan Pak Alexander Marwata ke Dewan Pengawas KPK dengan dasar bahwa Pak Alexander Marwata telah melakukan tindakan di luar prosedur terkait dengan penetapan tersangka Marsdya HA (Henri Alfiandi, Kepala Basarnas periode 2021-2023)," ujar kuasa hukum MAKI, Kurniawan Adi Nugroho kepada wartawan di kantor Dewas KPK, Rabu 2 Agustus 2023.

"Walaupun dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Puspom TNI, tetapi apa pun tindakan yang dilakukan oleh Pak Alexander Marwata kami anggap telah melanggar kode etik yang berlaku di KPK," lanjutnya.

Tumpak Hatorangan Tak Takut Soal Nurul Ghufron Laporkan Dewas KPK ke Bareskrim Polri

Kurniawan menjelaskan bahwa Alex diduga telah melanggar kode etik. Pasalnya, kata dia, Alexander telah melakukan pelanggaran dengan mengeluarkan larangan pernyataan kepada publik yang dapat mempengaruhi, menghambat, atau mengganggu proses penanganan perkara oleh KPK.

"Alexander Marwata selaku Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dengan dugaan telah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku insan KPK yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 1 tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi, khususnya bekerja sesuai prosedur operasional standar (standard operating procedure/SOP). Dilarang mengeluarkan pernyataan kepada publik yang dapat mempengaruhi, menghambat, atau mengganggu proses penanganan perkara," ucap dia.

KPK Cegah 4 Orang di Kasus Korupsi LPEI

KPK menghadirkan dua dari lima tersangka kasus dugaan suap pengadaan proyek alat deteksi korban reruntuhan di Basarnas, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 26 Juli 2023.

Photo :
  • ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

Kurniawan juga menyebutkan sejatinya pimpinan lembaga antikorupsi itu berkoordinasi dengan Puspom TNI sebelum menetapkan Kepala Basarnas Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan kasus korupsi. Bahkan, dia harusnya membentuk tim penyidik koneksitas.

"Bahwa pimpinan KPK ikut tanggung renteng, kolektif kolegial, atas dugaan pelanggaran kode etik Alex Marwata dalam melakukan penetapan tersangka Henri Alfiandi secara tidak sah. Pimpinan KPK seharusnya dan semestinya diduga telah memberikan persetujuan atas materi jumpa pers yang isinya mengumumkan penetapan tersangka Heri Alfiandi," bebernya.

Sebelumnya, Wakil ketua KPK Johanis Tanak mengatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengakui ada kekhilafan ketika melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dengan dugaan pengadaan alat deteksi korban reruntuhan di Badan Sar Nasional (Basarnas).

Seperti diketahui, KPK melakukan operasi senyap kepada Koorsmin Kabasarnas RI Letkol Afri Budi Cahyanto di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur pada Selasa 25 Juli 2023. Bahkan, KPK pun sudah menetapkan Afri bersama dengan Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Henri Alfiandi sebagai tersangka dugaan kasus korupsi.

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya Anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," ujar Tanak di gedung merah putih KPK, Jumat 28 Juli 2023.

Tanak pun meminta maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono atas operasi senyap dan melibatkan anggota TNI.

"Oleh karena itu kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan, dan ke depan kami berupaya kerja sama yang baik antara TNI dengan KPK dan aparat penegak hukum yang lain atas tindak pidana korupsi yang lain," kata Tanak.

Tanak pun menjelaskan bahwa memang sejatinya jika terdapat anggota TNI yang berkasus terlebih kasus korupsi tetap diurus di Puspom TNI. Hal itu sudah tertuang dalam aturan perundang-undangan.

"Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur dalam pasal 10 UU nomor 14 tahun 1970 tentang pokok-pokok peradilan itu diatur ada 4 lembaga peradilan. Peradilan umum, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama," kata Tanak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya