Pidato di Sidang Tahunan, Bamsoet Usul Kembalikan MPR Jadi Lembaga Tertinggi Negara

Ketua MPR Bambang Soesatyo di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD
Sumber :
  • Tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden

Jakarta – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendorong adanya Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan mengembalikan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Hal tersebut disampaikan Bamsoet dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta Rabu 16 Agustus 2023.

Gak Mau Masuk Pemerintahan Prabowo, Intip Harta Berjalan Ganjar Pranowo

Dalam pidatonya, Bamsoet mengatakan, Indonesia telah 25 tahun berada dalam era reformasi sejak tahun 1998 yang telah melahirkan perubahan undang-undang dasar. Pada tahun 1998, terjadi Perubahan Undang-Undang yang menata ulang kedudukan, fungsi dan wewenang lembaga-lembaga negara yang sudah ada, dan sekaligus menciptakan lembaga-lembaga negara yang baru.

"Penataan ulang itu terjadi pula pada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang semula merupakan lembaga tertinggi negara, berubah kedudukannya menjadi lembaga tinggi negara," ujar Bamsoet, Rabu 16 Agustus 2023.

Ketua MPR: Tidak Ada Celah untuk Menunda atau Membatalkan Pelantikan Prabowo-Gibran

SIDANG TAHUNAN MPR RI, SIDANG BERSAMA DPR RI - DPD RI

Photo :
  • Youtube Sekretariat Presiden

Bamsoet mengatakan, saat ini MPR tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga yang melaksanakan kedaulatan rakyat sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945. Menurutnya dalam undang-undang yang ada saat ini, Presiden ditentukan oleh rakyat dengan cara menggelar pemilu setiap lima tahun sekali.

Balas Prabowo, Ganjar Ingatkan "Yang Kerja Sama Saja Bisa Ganggu"

"Yang menjadi persoalan adalah, bagaimana sekiranya menjelang Pemilihan Umum terjadi sesuatu yang di luar dugaan kita bersama, seperti bencana alam yang dahsyat berskala besar, peperangan, pemberontakan, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau keadaan darurat negara yang menyebabkan pelaksanaan Pemilihan Umum tidak dapat diselenggarakan sebagaimana mestinya, tepat pada waktunya, sesuai perintah konstitusi?," tanya Bamsoet

Jika situasi tersebut terjadi, menurut Bamsoet, secara hukum tentunya tidak ada Presiden dan / atau Wakil Presiden yang terpilih sebagai produk Pemilu. "Timbul pertanyaan, siapa yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya tersebut? Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum? Bagaimana pengaturan konstitusional-nya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota-anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis? Masalah-masalah seperti di atas belum ada jalan keluar konstitusional-nya setelah Perubahan Undang-Undang dasar 1945," ujar Bamsoet

Di masa sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945, kata Bamsoet, MPR masih dapat menetapkan berbagai Ketetapan yang bersifat pengaturan, untuk melengkapi kevakuman pengaturan di dalam konstitusi kita. 

"Apakah setelah perubahan undang-undang dasar MPR masih memiliki kewenangan untuk melahirkan Ketetapan-Ketetapan yang bersifat pengaturan? Hal ini penting untuk kita pikirkan dan diskusikan bersama, demi menjaga keselamatan dan keutuhan kita sebagai bangsa dan negara," ujar Bamsoet

Bamsoet mengatakan, Sesuai amanat ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar, sebagai representasi dari prinsip daulat rakyat, maka MPR dapat di-atribusikan dengan kewenangan subyektif superlatif dan kewajiban hukum, untuk mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat pengaturan guna mengatasi dampak dari suatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara
wajar.

"Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23
Mei 2023 yang lalu," ujar Bamsoet

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya