TPN Ganjar-Mahfud Harap Anwar Usman Dipecat dari Hakim MK

Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo, Arsjad Rasjid.
Sumber :
  • Rahmat Fatahillah Ilham/VIVA.

Jakarta – Majelis Kehormatan Mahakaman Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk mencopot Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK. Namun, Ketua Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid berharap Anwar Usman dipecat sebagai hakim MK.

Meski Anwar Usman dicopot dari jabatannya, ia masih menjadi anggota hakim konstitusi. Maka itu, Arsjad meminta Anwar Usman dipecat dan tidak lagi berada dalam lingkungan MK.

"Kami sebetulnya berharap agar MKMK memutuskan Ketua MK Anwar Usman bukan hanya diberhentikan sebagai Ketua MK, tetapi diberhentikan juga sebagai hakim MK," kata Arsjad Rasjid kepada wartawan di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Selasa, 7 November 2023.

Ketua Umum KADIN Arsjad Rasjid.

Photo :
  • istimewa

Selain itu, TPN Ganjar-Mahfud juga berharap MKMK dapat membatalkan putusan terkait mantan atau kepala daerah yang sedang menjabat bisa daftar sebagai capres-cawapres meski belum berusia 40 tahun.

"Kami tentu berharap agar MKMK melakukan ijtihad, membuka peluang untuk membuka atau mengubah putusan Nomor 90, tapi MKMK menyatakan tak akan mempertimbangkan peluang perubahan putusan MK Nomor 90," ucap dia.

Kendati demikian, Arsjad Rasjid dan pihak TPN Ganjar-Mahfud yang lain mengapresiasi keputusan MKMK yang telah menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran berat kode etik terhadap perilaku hakim.

"Kami mengapresiasi putusan MKMK yang telah menyatakan Bapak Anwar Usman bersalah dan melanggar etika profesi, melanggar asas konflik kepentingan, dan menjadikan MK sebagai mahkamah yang mengakomodir kepentingan keluarga," pungkasnya.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) kepada Anwar Usman karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Ketua MK Anwar Usman kembali menjalani pemeriksaan MKMK

Photo :
  • Antara

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa petang.

Jimly mengatakan bahwa Anwar Usman terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, yakni Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.

Dalam penjelasannya, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyatakan dirinya tidak menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat kepada Anwar Usman karena berdasarkan Peraturan MK, hakim Konstitusi yang diberhentikan tidak hormat karena pelanggaran kode etik dapat mengajukan banding. Majelis banding pun nantinya dibentuk berdasarkan PMK. 

"Nah, ini membuat putusan Majelis Kehormatan menjadi tidak pasti, sementara kita sedang menghadapi proses persiapan pemilihan umum yang sudah dekat, kita memerlukan kepastian yang adil, gitu loh, untuk tidak menimbulkan masalah-masalah yang berakibat pada proses pemilu yang tidak damai, proses pemilu yang tidak terpercaya," terang Jimly

"Nah untuk itulah kami memutuskan berhenti dari ketua sehingga ketentuan dari majelis banding tidak berlaku. Karena dia tidak berlaku, maka putusan MKMK yang dibacakan hari ini mulai berlaku hari ini dan dalam 2x24 jam harus sudah diadakan pemilihan," imbuhnya.

PPATK Telisik Harta Eks Pejabat MA dan Hakim Kasasi Vonis Ronald Tannur

Mantan Ketua MK periode pertama ini berharap putusan MKMK ini dapat dihormati dan dipatuhi semua pihak, karena MKMK ini dibentuk resmi berdasarkan UU yang diimplementasikan dalam PMK. 

"Namun dalam rekomendasi yang kami sarankan kepada MK, sebaiknya PMK-nya diperbaiki, tidak usah ada banding-banding itu, kalau memang diperlukan ya diatur UU supaya tidak jeruk makan jeruk," tegasnya.

PN Lubuk Linggau Disorot, KY Minta Hakim dan Jaksa Jaga Integritas 
Fakultas Undip Hukum kaji kasus.

Fakultas Hukum Undip Kaji Kasus Mardani H Maming dan Minta Segera Dibebaskan

Retno menambahkan tim pengkaji anotasi ini menilai bahwa keputusan majelis hakim terhadap Mardani terkesan terburu-buru dan tidak berlandaskan fakta yang akurat.

img_title
VIVA.co.id
31 Oktober 2024