Politisi PSI Ade Armando Sebut Dinasti Politik Ada di Yogyakarta, Sultan HB X Jawab Begini

Sri Sultan HB X.
Sumber :
  • Cahyo Edi/VIVA.

Yogyakarta – Politisi Partai Solidaritas Indonesia atau PSI, Ade Armando, menyinggung tentang konstelasi politik di Daerah Istimewa Yogyakarta, DIY. Termasuk tentang politik dinasti. Ade Armando menyebut di Yogyakarta ada politik dinasti karena tidak ada pemilihan gubernur alias pilgub.

Bareskrim Polri Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung soal Kasus Pemalsuan Dokumen

Terkait pernyataan Ade Armando ini, Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta,  Sri Sultan Hamengku Buwaono X angkat bicara. Sultan menanggapi santai pernyataan Ade Armando itu.

Sultan menilai di era demokrasi setiap orang bebas berkomentar. Sultan menyebut dirinya hanya sekadar menjalankan amanat dari UU Keistimewaan Yogyakarta.

Musa Rajekshah: Bismillah, Saya Siap Maju Jadi Calon Gubernur Sumut

"Komentar boleh. Wong komentar kok nggak boleh. Hanya pendapat saya, konstitusi peralihan itukan ada di UUD 1945 Bab VI Pemerintah Daerah Pasal 18B ayat 1," kata Sultan di Kantor Gubernur DIY, Senin 4 Desember 2023.

"Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur oleh UU. Pemerintah Indonesia menghargai asal-usul tradisi DIY," sambung Sultan.

Nasib Jokowi di PDIP, Kaesang Pangarep Tidak Ingin Ikut Campur: Itu Urusan Partai Lain

Terkait tentang jabatannya sebagai Gubernur DIY, Sultan menerangkan dirinya menjabat karena amanat dari UU Keistimewaan Yogyakarta. Terkait apakah itu termasuk dinasti politik atau bukan, Sultan menyerahkan penilaian kepada masyarakat.

"Dalam undang undang keistimewaan itu mengamanatkan, Gubernur adalah Sultan dan Wakil Gubernur Paku Alam. Kami hanya melaksanakan undang-undang itu," terang Sultan.

"Dinasti atau tidak ya terserah dari sisi mana masyarakat melihatnya. Yang penting kita di DIY, DIY itu daerah istimewa dan diakui keistimewaannya," imbuh Sultan.

Terkait apakah UU Keistimewaan Yogyakarta ditafsirkan sebagai dinasti, Sultan mempersilakan masyarakat untuk mengubah UU.

"Yang penting kita bagian dari Republik dan melaksanakan keputusan undang-undang. Kalau dianggap dinasti ya diubah saja undang-undang dasarnya. Silahkan saja (masyarakat mau aksi) itu masyarakat yang penting saya tidak menyuruh," tutup Sultan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya