- Antara
VIVAnews -- Kasus tertangkap tangannya hakim pengawas di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin Umar, memukul telak reputasi lembaga peradilan.
Mahkamah Agung bersikap tegas. Selain memecat hakim Syarifuddin, tindakan pencegahan pun di lakukan. "MA melarang hakim menerima tamu di manapun, apakah di kantor atau di rumah agar tidak bersentuhan dengan pihak-pihak berperkara," kata Ketua MA, Harifin A Tumpa, Senin 6 Juni 2011.
MA juga terus melakukan pembinaan. "Mengingatkan mereka bahwa betapa mulia tugas hakim itu, jangan dicederai," tambah dia. Harifin juga minta semua pihak, termasuk pers untuk ikut membina para hakim agar melakukan profesinya dengan benar, adil, dan tak melakukan perbuatan yang tercela.
Sebagai lembaga peradilan tertinggi MA, tambah dia, juga akan melakukan evaluasi pada hakim. "Memang ini sudah waktunya untuk kami mengadalan evaluasi terhadap hakim-hakim di Jakarta karena pimpinan hakim di Jakarta tidak boleh terlalu lama."
Soal dugaan adanya peradilan sesat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Harifin mengatakan itu baru isu. "Kalau itu pengadilan sesat maka mulai dari penyidik, penyelidikan, penuntutan, dan peradilannya pasti ada yang sesat. Buktikan dong mana yang sesat," kata dia. "Jadi kalau ada yang dikatakan sesat, silahkan buktikan."
Untuk diketahui, Syarifuddin ditangkap di rumahnya di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Rabu malam. Dengan barang bukti uang sebesar Rp250 juta. KPK juga mengamankan uang di kediaman hakim S. Uang itu adalah: US$84.228, Sin$284.900, 12.600 Bath, 20.000 yen dan Rp141.353.000. KPK sedang memeriksa apakah ini terkait kasus yang diusut atau ada kasus lain, atau mungkin uang itu sah milik si hakim.
Selain oknum hakim, KPK juga menangkap oknum kurator yang diduga memberikan uang.