Kisah Leuser, Orangutan yang Ditembak 62 Kali

Seekor orangutan dilepasliarkan di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalteng
Sumber :
  • Antara/ Saptono

VIVAnews - Selama 13 tahun hidupnya, Orangutan bernama Leuser berkali-kali bertaruh nyawa. Ia selamat dari penyelundupan, tapi menghadapi kenyataan bahwa habitatnya hilang dirambah perkebunan kelapa sawit.

Hewan malang itu juga sempat jadi bulan-bulanan manusia keji yang menjadikannya hiburan, sasaran tembak. Sebanyak 62 peluru bersarang di tubuhnya. Tiga di antaranya menancap di matanya dan membuat Leuser buta selamanya.

Seperti dimuat Guardian, Leuser berasal dari Aceh. Pada Februari 2004 ia diselamatkan pihak Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) saat akan dibawa ke Jakarta untuk diberikan sebagai hadiah. Sempat dikarantina, ia lalu dilepas ke hutan pada Desember tahun yang sama.

Dua tahun kemudian ia kembali ditemukan tim SOCP. Kali ini dalam kondisi sangat parah. Ada luka sepanjang 40 cetimeter di kaki kanannya. Tubuhnya dipenuhi 62 peluru senapan angin.

Yenny Saraswati, manajer karantina dan senior veterinari dari SOCP mengungkapkan, tidak semua peluru dalam tubuh Orangutan malang itu dikeluarkan. "Hanya beberapa peluru yang ada di permukaan kulit," kata dia kepada VIVAnews.com, Senin 4 Juni 2012.

Dia menjelaskan mengapa tak sampai 15 peluru yang diangkat karena mempertimbangkan, jangan sampai bekas luka operasi justru menjadi jalan masuk kuman yang bisa membahayakan nyawa Leuser. "Apalagi, Leuser agak liar, bukan tipe yang bisa dipegang-pegang," kata dia. Yenny menambahkan, pihaknya terus memantau efek peluru yang tertinggal terhadap kesehatan hewan itu. "Kalau dibilang mengganggu pasti, sebab peluru itu benda asing yang masuk ke tubuh."

Bagaimana kondisi Leuser saat ini?

Kini, Leuser terpaksa harus hidup dalam kandang. "Dengan kondisinya yang buta ia tak mungkin dilepas ke hutan, akhirnya kami kandangkan secara permanen. Kami sedang mencoba membuat kandang yang lebih besar," kata Yenny.

Namun, kondisi Orangutan jantan itu relatif stabil, ia bisa makan dengan baik, sikapnya pun wajar. "Meski Leuser pemarah karena terlalu lama di kandang," kata dia.

Yenny menceritakan, Leuser telah dikenalkan dengan Orangutan yang juga buta bernama Gober. Dari hasil hubungan itu, lahir dua anak kembar yang tinggal dengan induk betinanya. "Kami tak berani menggabungkan Leuser dengan anak-anaknya karena kondisinya yang buta. Takutnya, ia anggap anak-anaknya barang asing, nanti malah kebanting-banting," tambah dia.

Yenny mengatakan, tantangan penyelamatan Orangutan terbesar adalah menghadapi ekspansi lahan untuk kepentingan industri, khususnya kelapa sawit. "Orangutan tidak seperti kucing yang bisa dirawat individu. Kalau ingin menyelamatkan hewan itu harus dipertahankan hutannya," kata dia.

Alih-alih dilestarikan Orangutan justru dianggap hama dan dibantai. "Padahal mereka kehilangan hutan, sumber makanan tak ada, mereka akhirnya mencari makan di kebun sawit." (umi)

Peringati May Day, Serikat Buruh Rokok di Yogyakarta Minta Pemerintah Kaji Ulang RPP Kesehatan
Seminar Perempuan Indonesia

Seminar Perempuan Indonesia: Berani Berkarya dengan Kekayaan Intelektual

Perempuan Indonesia harus bahagia dan berdaya, demikian disampaikan oleh Asma Nadia, seorang penulis terkemuka Indonesia yang telah menulis 109 buku.

img_title
VIVA.co.id
1 Mei 2024