Penjelasan Denny Indrayana Soal Payment Gateway

Denny Indrayana
Sumber :
  • Antara/ Widodo S Jusuf
VIVA.co.id
- Bareskrim Mabes Polri mengusut dugaan korupsi terkait implementasi
Payment Gateway
di Kementerian Hukum dan HAM pada 2014. Pengusutan itu merupakan tindak lanjut atas laporan terhadap mantan Wamenkumham Denny Indrayana.


Menurut Denny, implementasi
Payment Gateway
itu merupakan inovasi pelayanan publik antipungli berbasis IT.


Budi Waseso: Denny Tak Perlu Pengacara karena Ahli Hukum
Dijelaskannya, biaya pembayaran elektronik sebesar Rp5 ribu, sudah melalui proses
beauty contest
Denny: Tak Ada Kerugian Negara di Kasus Payment Gateway
yang transparan. Menurutnya, biaya itu dalam transaksi perbankan adalah hal wajar yang biasa terjadi.

Kabareskrim: Denny Indrayana Dipastikan Hadir

"Bahkan, dalam konteks di Kemenkumham, biaya demikian tidak wajib. Artinya, jika pemohon keberatan bisa melakukan pembayaran manual yang gratis," ujarnya.

Menurutnya, laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan mengaku ada perbaikan pelayanan publik, meski juga menemukan beberapa persoalan teknis.


"Yang pasti tidak dikatakan ada kerugian negara, dan tidak ada pula

rekomendasi membawa masalah ini ke penegak hukum," ujarnya.


Denny menegaskan, pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak secara elektronik dalam pembuatan paspor, yang merupakan perbaikan pelayanan publik, mengurangi antrean tanpa pungli berbasis teknologi.


"Seharusnya diakui sebagai inovasi, dan bukan justru dikriminalisasi, apalagi dituduh korupsi. Khususnya, karena kasus ini sebenarnya terkait advokasi Denny Indrayana dalam menyelamatkan lembaga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujarnya.


Sebelumnya, Kabagpenum Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto, mengatakan dalam kasus dugaan korupsi
Payment Gateway
ini, penyidik fokus pada selisih antara nilai yang seharusnya dan nilai tambahan dari pengurusan paspor.


Menurutnya, nilainya sedang di dalami, tetapi akumulasi dari pengurusan paspor itu sekitar Rp32 miliar.


"Ini bukan nilai kerugiannya, tetapi akumulasi dari pembuatan paspor itu.

Nilai kerugiannya sedang dihitung," kata Rikwanto.


Rentang kejadiannya, kata Rikwanto, antara Juli-Oktober 2014. Menurutnya, ada kelebihan yang dipungut. Harusnya, uangnya ditaruh di bank penampung, tetapi mampir dulu ke dua vendor.


"Sementara diperiksa sebagai saksi saja, kita belum menduga-duga siapa yang mengambil keuntungan. Kalau memeriksa kasus begini. harus kuat dulu buktinya," ujar Rikwanto. (asp)![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya