MK Sidangkan Gugatan Calon Tunggal Pilkada

Pengamanan Jelang Putusan Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana yang mengagendakan pemeriksaan pendahuluan terkait calon tunggal yang muncul jelang pelaksanaan pilkada serentak 2015. Uji materi yang disidangkan seputar syarat minimal pasangan calon dalam pilkada yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 atas perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada.

Gugatan pertama bernomor 95/PUU-XIII/2015 diajukan oleh Aprizaldi, Andi Siswanto dan Alex Andreas. Sementara gugatan kedua dan ketiga dengan nomor perkara 96/PUU-XIII/2015 dan 100/PUU-XIII/2015 diajukan oleh masing-masing Whisnu Sakti Buana, Syaifuddin Zuhri; serta Effendi Ghazali dan Yayan Sakti Suryandaru.

Seluruh pemohon menilai secara formil UU 8/2015 yang mengatur syarat minimal calon dalam Pilkada bertentangan dengan UUD 1945, yakni pasal 51, 52 dan 54. Dalam pasal 51 ayat dua tertuang penetapan paling sedikit dua pasangan dalam pilkada.

“Pemohon menilai 51 ayat 2, frase minimal dua ini bertentangan karena di pasal 18 UUD 1945 itu yang penting itu dipilih bukan ditunjuk, tapi halangan saat ini adanya minimal jumlah, calon terancam tidak dapat dipilih,” ujar kuasa pemohon Whisnu, Edward Dewaruci di Gedung MK Rabu 19 Agustus 2015.

Pemerintah Berikan Insentif jika Tapera Dianggap Memberatkan

Baca juga:

Atas ketentuan pasal itu pemohon yang juga kembali mengajukan diri dalam pilkada Surabaya bersama dengan Tri Rismaharini terancam tidak dapat mengikuti pilkada. Pasalnya, tak ada satu pun calon pada masa tambahan pendaftaran periode 29-31 Juli 2015 untuk pemilihan Walikota Surabaya.

“Ini yang kemudian merugikan konstitusional, kemudian hak dasar untuk milih disandera oleh parpol lain yang tidak mengajukan, karena proses penyanderaan ini pemohon menilai ada kelemahan dalam UU pilkada yang menyebabkan situasi yang tidak menentu dan tidak pasti,” ujarnya.

Oleh karena itu, dalam petitum yang dimohonkan agar pasal dalam Undang-undang pilkada yang bertentangan dengan UUD 1945 terkait calon tunggal dikabulkan seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi.

Adapun pasal yang diujimaterikan ke MK terkait calon tunggal dan penetapan penundaan tersebut antara lain, pasal 51 ayat 2, 52 ayat 2 yang berbunyi berdasarkan berita acara penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU provinsi/kabupaten/kota menetapkan paling sedikit dua pasangan calon gubenur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon walikota dan calon wakil walikota dengan keputusan KPU Setempat.

Sedangkan pasal 121 ayat 1 dan 122 ayat 1 hampir serupa berbunyi, "dalam hal di suatu wilayah pemilihan terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan, dan/atau gangguan lainnya yang mengakibatkan terganggunya seluruh tahapan penyelenggaraan pemilihan maka dilakukan pemilihan susulan."

Pada sidang pemeriksaan pendahuluan itu dihadiri tiga hakim di antaranya Patrialis Akbar (Ketua), I Dewa Gede Palguna (anggota) dan Suhartoyo (anggota). Majelis hakim  memberikan waktu paling lama 14 hari kepada semua pemohon untuk memperbaiki gugatannya.

Ilustrasi formulir pajak

Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat

"Sudah jadi budaya di Indonesia."

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016