Mantan Menkes Akui Beri Rekomendasi Penunjukan Langsung

Mantan menteri kesehatan Siti Fadilah Supari.
Sumber :
  • ANTARA/Puspa Perwitasari

VIVA.co.id - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengaku, ia pernah memberikan rekomendasi penunjukan langsung terkait pengadaan alat kesehatan untuk penanganan flu burung tahun 2006.

Kasus Alkes, Pejabat Udayana Divonis 4 Tahun Penjara

Pengakuan itu disampaikan Siti di pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta dalam sidang dengan terdakwa Mulya A. Hasjmy, Rabu, 9 September 2015. Siti mengatakan, metode penunjukan langsung diajukan oleh bawahannya, Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes, Farid Husain. Farid Husain diketahui mendapat usulan dari Hasjmy, mantan anak buah siti yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan.

"Rekomendasi saya beri karena saya diminta. Saya tanda tangan karena sudah ada aliran dari bawah ke atas," kata Siti.

Siti mengaku memberikan tanda tangan karena dalam pengajuan tersebut terdapat paraf dari Sekjen Depkes, Syafii Ahmad yang melakukan kajian. Dia membantah, penunjukan langsung itu inisiatif dari dia.

"Yang berhak tunjuk langsung bukan menteri. Menteri hanya rekomendasi boleh penunjukan langsung," ucapnya di persidangan.

Kasus Alkes, Made Meregawa Dituntut 4 Tahun Penjara

Penunjukan langsung bermula ketika Siti hadir dalam rapat terbatas dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait penanganan flu burung yang telah menimbulkan korban. Kala itu, kata Siti, SBY meminta agar permasalahan tersebut segera diatasi.

Tindak lanjut dari perintah tersebut, Siti lantas menggelar rapat pimpinan terbatas di Departemen Kesehatan. Pada rapat itu, Siti mengaku memerintahkan bawahannya untuk segera menangani permasalahan itu.

Kasus Alkes Flu Burung, KPK Tetapkan Bos CPC Jadi Tersangka

"Mereka terjemahkannya dengan penujukan langsung mungkin, saya kaget ketika diminta tanda tangan," ujarnya.

Dakwaan Pertama Hasjmy

Hasjmy dituduh bersama-sama dengan mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari terlibat dalam perkara korupsi kegiatan pengadaan peralatan medik dalam penanganan wabah flu burung tahun 2006. Akibat perkara itu, jaksa menyebut negara merugi hingga Rp28,406 miliar.

Jaksa mengatakan, Hasjmy selaku kuasa pengguna anggaran pernah melakukan pertemuan dengan Singgih Wibisono dari PT Bhineka Usada Raya (BUR) pada 13 Januari 2006. Singgih membujuk Hasjmy agar disertakan dalam pelaksanaan pengadaan peralatan medik. Saat itu, Singgih mencatut nama Siti dan menyampaikan pada Hasjmy jika dalam pelaksanaan pekerjaan itu akan menggunakan perusahaan BUMN sebagai 'bendera.' Hasjmy pun lantas menemui Siti untuk mengonfirmasi pernyataan Singgih.

"Oleh Siti Fadilah Supari, terdakwa diarahkan agar PT BUR dijadikan rekanan dalam pekerjaan pengadaan alat kesehatan untuk penanganan flu burung tahun 2006. Terdakwa juga diarahkan Siti Fadilah Supari untuk melakukan penunjukan langsung dalam pengadaan alat kesehatan flu burung tersebut," ujar jaksa.

Atas arahan Hasjmy, panitia pengadaan melaksanakan tahapan pengadaan peralatan medik dengan metode penunjukan langsung secara formalitas. Seolah-olah, setiap tahapan pengadaan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah.

"Padahal kenyataanya proses aanwijzing, pengiriman undangan, penerimaan dan pembukaan dokumen penawaran, evaluasi dan negosiasi dilaksanakan hanya dalam 1 minggu, pada awal Desember 2006 sehingga tanggal yang tertera pada dokumen-dokumen pengadaan tersebut bukanlah tanggal yang sebenarnya namun merupakan tanggal mundur," ujar jaksa KPK, Risma Ansyari.

Pelaksanaan pengadaan peralatan medik bertentangan dengan Keppres RI Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah berikut perubahan serta petunjuk teknis pelaksanaannya. Kegiatan tersebut bahkan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perbendaharaan Negara.

Atas perbuatannya, Hasjmy didakwa telah memperkaya diri sendiri hingga Rp178,050 juta. Dia juga didakwa telah memperkaya orang lain serta korporasi. "Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Rp28,406 miliar."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya