Ini Pertimbangan MK Soal pemeriksaan Anggota DPR

Sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
- Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengabulkan permohonan uji materi yang mengharuskan penyidikan terhadap anggota dewan harus mendapatkan persetujuan dari presiden secara tertulis.


Putusan ini mengubah ketentuan dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) yang semula mengharuskan persetujuan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk melakukan penyidikan pada DPR.


Dalam pertimbangan, Majelis Hakim berpendapat anggota legislatif dipilih melalui pemilihan umum. Mereka juga memiliki sejumlah hak seperti hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usula dan pendapat, serta hak imunitas.


Atas fungsi dan hak yang dimiliki anggota legislatif ini, tentunya juga harus diimbangi dengan perlindungan hukum yang proporsional. Sehingga anggota DPR tidak mudah dikriminalisasi pada saat menjalankan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya sepanjang dilakukan dengan itikad baik dan bertanggungjawab.


Selanjutnya, seperti dikutip dalam salinan putusan MK, Senin 28 September 2015 disebutkan adanya syarat persetujuan tertulis dari MKD untuk penyidikan terhadap anggota DPR dianggap bertentangan dengan prinsip persamaan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan.


Meski begitu, proses penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana tetap harus sesuai dengan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan. Lalu penyidikan juga tidak boleh menghalangi yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota DPR.


Dalam konteks anggota DPR sebagai pejabat negara, Mahkamah menilai memang seharusnya diperlakukan berbeda dengan dari warga negara yang bukan pejabat negara. Sebab pejabat negara bertugas menjalankan fungsi dan tugasnya yang memiliki resiko berbeda dengan warga negara lainnya.


Meksi begitu, pembedaan perlakuan terhadap pejabat negara memang harus berdasarkan prinsip logika hukum yang wajar dan proporsional. Sehingga bukan sebagai sebuah suatu keistimewaan.


Selanjutnya, pengaturan persetujuan tertulis dari MKD pada anggota DPR yang sedang dilakukan penyidikan dianggap tidak tepat. Sebab MKD hanya alat kelengkapan DPR dan lembaga etik yang tidak memiliki hubungan langsung dengan sistem peradilan pidana.


Menurut Mahkamah, anggota MKD juga terdiri dari anggota DPR. Sehingga kalau penyidikan harus mendapatkan persetujuan dari MKD, tentunya akan menimbulkan konflik kepentingan. Sebab itu, persetujuan tertulis seharusnya dikeluarkan presiden dalam kedudukannya sebagai kepala negara.
Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat


Pemerintah Berikan Insentif jika Tapera Dianggap Memberatkan
Lalu dengan persyaratan persetujuan tertulis dari presiden diharapkan anggota DPR tetap dapat melaksanakan fungsi dan kewenangannya serta menjamin kepastian hukum.

Penuhi Syarat Formal, MK Loloskan Tujuh Gugatan Pilkada

Laporan: Lilies Khalisatulsurur

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya