Kapolri Mengaku Polisi Masih Kurang Paham 'Konflik Agama'

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti (tengah)
Sumber :
  • Syaefullah

VIVA.co.id – Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengakui bahwa personil polisi di lapangan masih mengalami keterbatasan pemahaman terkait konflik dengan berlatar belakang agama di Tanah Air.

Pembubaran Ibadah Rosario Mahasiswa Katolik di Tangsel Dinilai Tak Mencerminkan Ajaran Islam

"Penjelasan saya adalah ada anggota yang paham dan tegas dalam menghadapi konflik seperti itu, ada juga yang tidak. Ada juga anggota yang argumentasi soal agama, ya kalah lah sama ahli agama," kata Badrodin di Mabes Polri Jakarta Selatan, Selasa 8 Maret 2016.

Hal ini menanggapi permintaan anggota DPR dari fraksi PKB, Maman Imanul Haq. Dia menyambangi kantor Mabes Polri untuk membahas masalah toleransi, korban kekerasan atas nama agama, dan juga memberikan masukan mengenai adanya kelompok yang mencoba menggerus keberadaan Pancasila.

Soal Pembubaran Kegiatan Ibadah Berujung Kekerasan di Tangsel, Ini Kata Kemenag

Untuk itu, Badrodin meminta, agar terkait permasalah perbedaan tafsir dan ajaran dalam agama, tidak diselesaikan oleh aparatnya. Melainkan oleh pemuka agama yang menjadi pakar dalam persoalan tersebut. 

"Kalau kami dibawa ke argumentasi agama, kita tidak bisa. Kalau argumentasi hukum bisa. Nah, kalau situasi konflik seperti itu siapa yang harusnya maju, kan tokoh agama," katanya.

Pesan Idul Fitri Kapolri: Dalam Perbedaan Tercipta Indahnya Toleransi

Kemudian, terkait perilaku kepala daerah yang mengusir kelompok minoritas, atau janji seorang calon saat proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk bersikap diskriminatif menyangkut izin pembangunan rumah ibadah. Badrodin bilang tidak ada aturan yang melarangnya.

"Misalnya, kalau terpilih, saya tidak atau akan beri izin pembangunan rumah ibadah. Setelah terpilih jadi persoalan. Itu juga tidak ada sanksinya," ungkapnya.

Badrodin menilai, satu-satunya solusi terhadap masalah ini adalah membangun kesadaran dan toleransi masyarakat, mengenai hidup dalam keberagaman secara demokratis.

"Solusi dari saya, masyarakat kita harus diedukasi, karena akar masalahnya itu. Mereka harus paham bahwa hidup bernegara ada konstitusi yang harus dijunjung tinggi. Mereka juga punya keyakinan agama, nah bagaimana cara menyinkronkan itu," jelas Kapolri.

Jaminan Hukum

Dalam pertemuan ini, Maman meminta Polri bisa memberikan jaminan keamanan pada kaum minoritas, karena hal itu ditetapkan dalam konstitusi.

"Intinya kita tidak ingin lagi ada orang menghancurkan gereja, mengusir warga negara Indonesia dari kampung halaman sendiri. Kami tidak ingin ada Syiah, Ahmadiyah, dan beberapa korban Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) tidak ditangani oleh negara," ujar Maman.

Dalam pertemuan ini, kata Maman, Kapolri mengakui adanya keterbatasan anggotanya untuk bertindak, karena belum ada payung hukum yang mengaturnya.

"Kapolri meminta agar ada revisi undang-undang yang sudah ada, ada masukan kepala daerah yang memanfaatkan konflik keagamaan agar bisa diberi sanksi," katanya.

Politikus PKB ini menuturkan, bahwa Kapolri juga meminta adanya revisi Undang-undang terorisme, sehingga bisa mengidentifikasi kelompok yang sedang membangun kekuatan di Tanah Air.

"Intinya menguatkan komunikasi koordinasi dan konfirmasi dari  pengambil kebijakan aparat negara, sehingga tidak ada WNI diusir dari Indonesia," tutur Maman. (ren)

Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie bertemu warga dan mahasiswa Katolik Unpam.

Soroti Insiden Warga dan Mahasiswa Katolik Unpam, Benyamin: Tak Boleh Terulang Lagi

Wali Kota Benyamin Davnie mendorong Tangsel sebagai wilayah yang aman dan bebas dari intoleransi. Benyamin pun merangkul warga Babakan, mahasiswa serta tokoh duduk bareng

img_title
VIVA.co.id
14 Mei 2024