Profil Bripka Seladi, Polisi yang Memulung Sampah

Kehidupan Bripka Seladi dengan sampah hasil memulungnya di rumahnya, Jumat (20/5/2016)
Sumber :
  • VIVA.co.id/D.A Pitaloka

VIVA.co.id – Nama Bripka Seladi ramai dibicarakan di berbagai media sosial dan juga media massa, baik tulis, radio maupun televisi, dalam beberapa pekan terakhir.

Hujan Deras, Seorang Ibu Tewas Tertimpa Tembok Kecamatan di Malang

Sosoknya sebagai polisi yang tak malu mencukupi kebutuhan keluarga dengan menjadi pemulung, jadi contoh sangat baik di antara berbagai kabar miring akibat ulah segelintir Korps Bhayangkara itu.

Tawaran siaran televisi, radio dan agenda wawancara dengan berbagai media pun membanjiri Seladi sehari-hari. Namun sosoknya tetap rendah hati. Tak malu memilah sampah plastik sebagai pekerjaan sampingan untuk mencukupi istri dan tiga anaknya saat ini.

Klaster Keluarga dan Sekolah Pemicu COVID-19 Melonjak di Kota Malang

"Maaf ya, ini tadi teman saya yang dinas di Jakarta telepon. Teman lama saya, ternyata masih ingat saya,” kata Bripka Seladi saat ditemui, Jumat, 20 Mei 2016.

Siang itu, Bripka Seladi menunjukkan caranya memilah sampah plastik yang menggunung sebuah gudang di Jalan Dr. Wahidin, Kelurahan Klojen Kecamatan Klojen Kota Malang. Sebelumnya, sebuah televisi swasta nasional sengaja datang jauh-jauh dari Surabaya untuk mewawancarai Bripka Seladi lengkap dengan gudang tempatnya menyimpan sampah.

Viral Haikal Hassan Diusir di Malang, Diminta Ceramah di Padang Pasir

Bripka Seladi mendapat izin dari Kasat Lantas Polres Malang untuk menerima wawancara seusai tugasnya di Unit SIM, Satlantas Polres Malang Kota.

"Banyak agenda wawancara, juga undangan dari teman lama. Minggu besok juga ada undangan dari DPR RI di Jakarta. Saya sebagai pelayan masyarakat wajib melayani semuanya,” kata Seladi.

Pria berusia 57 tahun kelahiran Desa Jogomulyan Kecamatan Tirtoyudho Kabupaten Malang Jawa Timur itu tidak sedang bercanda. Semua permintaan awak media dipenuhi di sela-sela tugasnya di Unit SIM Polres Malang Kota.

Begitupula komunikasi dari karibnya di telepon monokrom miliknya yang nyaris tak berhenti berdering ketika Seladi sedang bebas tugas.

"Semua sudah ada rezeki dan tugasnya. Kalau saya diberikan kemampuan ini, ya berarti ini tugas saya. Tidak boleh sombong, kalau ada yang menghina kantongi saja dan dibuang,” kata Seladi mengingat nasihat ibunya.

Ketenarannya seolah menjadi buah manis di akhir masa jabatannya sebagai aparat Kepolisian. Sejak lulus dari Lembaga Pendidikan Brimob di Watu Kosek tahun 1978, Bripka Seladi mulai membaktikan diri sebagai pengayom masyarakarat di banyak unit.

Mulai dari unit Sabhara, penugasan ke Timor Timur (sekarang Timor Leste), bertugas di bagian BPKB di Samsat, hingga bertugas di unit Lantas lima tahun terakhir. Namun cara hidupnya tetap sederhana.

Bripka Seladi benar-benar tak ingin menyalahgunakan jabatan dan tugasnya sebagai aparat kepolisian untuk kepentingan pribadinya. Dia pun memilih tetap menggunakan sepeda angin milik bapaknya sejak tahun 1980an dibanding menggunakan kendaraan dinas yang disediakan Polres.

Untuk menambah pemasukan dia mulai memulung sejak tahun 2004 hingga saat ini. "Saya tak mau salah menggunakan. Banyak pemberian uang atau benda selalu saya tolak. Mereka berterima kasih karena sudah saya bantu sebagai Polisi. Saya tak mau itu. Ini sudah tugas saya,” kata Seladi.

Saking cintanya dengan korps kepolisian, sekaligus sebagai pemulung, anak ketiga dari sembilan bersaudara itu tak mau mencampur adukkan tugas sebagai polisi dan pekerjaanya sebagai pemulung.

"Saya memulung menggunakan baju layaknya pemulung, bahkan kawan-kawan saya di kepolisian sering tidak tahu jika itu saya. Saya juga akan bertugas sebagai polisi sesuai kewajiban dan tugas saya,” katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya