Mantan Wapres: Permintaan Maaf ke Korban 65 Berlebihan

Simposium Mengamankan Pancasila dari ancaman PKI yang digelar di Balai Kartini Jakarta, Kamis 2 Juni 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Jeffry Yanto Sudibyo

VIVA.co.id – Pada Simposium bertema 'Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI (Partai Komunis Indonesia) dan Ideologi Sejenis' di Balai Kartini, Jakarta Selatan, mantan wakil Presiden, Letjen (Purn) Try Sutrisno, menegaskan Pancasila sebagai pedoman hidup dan ideologi masyarakat Indonesia.

Jenderal purnawirawan TNI AD ini mengajak masyarakat untuk memantapkan Pancasila sebagai ideologi dan dasar pandangan hidup, serta mencegah tumbuhnya ideologi lain di Indonesia.

"Hari ini kita akan mengukuhkan kembali Pancasila sebagai pandangan hidup dan ideologi. Juga penolakan kita secara tegas terhadap ideologi lain," jelas Try saat menjadi pembicara kunci di simposium itu, Rabu, 1 Mei 2016.

Menurutnya, simposium ini juga penting bagi bangsa dan negara. Terlebih dilakukan pada momen simbolik, memperingati Hari Lahir Pancasila, 1 Juni.

"Acara ini dilaksanakan di momen simbolik, 71 tahun yang lalu, Bung Karno berpidato soal Pancasila untuk pertama kali," ucap Try.

Try juga berharap pemerintah tetap tegas menolak meminta maaf kepada eks PKI atau keluarganya yang dianggap menjadi korban peristiwa 1965.

"Permintaan maaf itu sebagai sebuah hal yang berlebihan. Aksi sepihak, dulu PKI yang lakukan kok mereka sekarang menyuruh minta maaf. Aksi yang berlangsung di bulan-bulan belakangan ini terasa berlebihan," ujar Try.

Dia pun menganalogikan peristiwa ini dengan mengutip ungkapan Presiden Pertama RI, Soekarno, yang meminta masyarakat untuk memilih dia atau Muso. Try lalu menawarkan peserta simposium untuk memilih Pancasila atau Komunis. 

"Kita harus menolaknya dengan tegas, jika pilihannya Pancasila atau komunis, tanpa ragu sedikit pun kita pilih Pancasila. Bung Karno pernah berkata, pilih Soekarno atau Muso?" tanya Try.

Sukmawati Nilai Film G 30 S/PKI Amburadul

Menurut Try, di era reformasi, eks PKI bisa menikmati seluruh haknya, dan keturunan mereka bisa menjadi pemimpin di lembaga tinggi negara.

"Eks PKI telah menikmati seluruh haknya, sipil, politik, dan sosial budaya. Keturunan mereka bahkan jadi pemimpin di lembaga tinggi negara. Pendukung Pancasila heran dengan serangkaian aksi pendukung PKI yang bukan saja menyebarkan literatur dan atribut, juga telah menggugat Tap MPRS di sebuah pengadilan informal di luar negeri, dan mengadakan simposium yang memberikan angin bagi PKI," ujar Try.

Buya Syafii: PKI Itu Isu Murahan
Ilustrasi/Protes aksi pelanggaran HAM di Indonesia.

'Dongeng' Penegakan HAM

Penegakan HAM era Jokowi juga masih menjadi PR.

img_title
VIVA.co.id
11 Desember 2017