ICW Sebut Korupsi E-KTP Kasus Terbesar Ditangani KPK

Berkas perkara kasus korupsi e-KTP.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, menyebut bahwa kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) merupakan salah kasus terbesar yang pernah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bambang Pacul Sebut Pernyataan Agus Rahardjo soal Intervensi Jokowi Kedaluarsa: Motifnya Apa Coba?

"Kalau nilai proyek hampir Rp6 triliun, ini termasuk yang besar dan kerugian negara Rp2,3 triliun itu termasuk yang terbesar yang pernah ditangani KPK," kata Tama dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 11 Maret 2017.

Sementara itu, Mantan Ketua DPR, Marzuki Alie, mengaku terkejut namanya disebut dalam dakwaan kasus korupsi e-KTP. Dia menegaskan tidak pernah mau bermain anggaran selama menjabat.

ICW Minta PKB, PAN dan Golkar Cabut Wacana Penundaan Pemilu 2024

"Saya tidak menduga sama sekali. Sepanjang saya di DPR, saya tidak pernah mau main-main dengan anggaran, tidak mau main proyek. Silakan tanya seluruh teman di Banggar, di kementerian, apakah ada Marzuki Alie minta-minta proyek," kata Marzuki.

Selaku Ketua DPR, Marzuki mengatakan tidak pernah mencampuri urusan-urusan di tiap komisi kecuali terjadi deadlock. Saat itu, menurutnya, pembahasan anggaran proyek e-KTP tidak mengalami permasalahan sehingga tidak dipanggil oleh para pimpinan DPR.

ICW Tunggu Langkah Konkrit Jokowi Undangkan RUU Perampasan Aset

"Biasanya yang jadi perhatian itu kalau ada deadlock, baru dipanggil sama pimpinan dan ditanya mana masalahnya dan apa solusinya," kata Marzuki.

Perihal banyaknya nama yang terseret dalam kasus ini, pengacara dua terdakwa Irman dan Sugiharto, Waldus Situmorang, menyatakan, sebelum menerima dakwaan, tidak tahu kalau nama-nama yang muncul sebanyak itu. Dia menjelaskan hal itu merupakan otoritas penuh KPK.

"Nama orang-orang yang disebut dalam dakwaan tidak kita ketahui seluruhnya, karena pemeriksaannya berantai. Nama-nama yang kita ketahui tidak sebanyak itu," ujar Waldus.

Sementara itu, Ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia, Baharuddin Thahir, menyatakan kasus ini melibatkan banyak pihak.

"Kasus ini sangat lengkap, ada penyelenggara negaranya, swastanya ada. Mulai dari perencanaan, pelelangan, dan seterusnya, ini bermasalah dari awal," ujarnya. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya