Imunisasi di Aceh Tak Merata gara-gara Dianggap Haram

Petugas kesehatan bersiap menyuntikkan vaksin DPT (fifteri, pertusis, dan tetanus) di Posyandu Bungong Jaroe, Kampung Mulia, Banda Aceh, Aceh, pada Selasa, 12 Desember 2017.
Sumber :
  • VIVA/Dani Randi

VIVA – Anggapan bahwa imunisasi haram/najis di kalangan masyarakat Aceh berdampak pada serapan imunisasi di sebagian wilayah di Aceh tidak merata. Akibatnya, daya kekebalan tubuh anak rendah sehingga mudah terserang virus difteri.

Miris, Lebih 200 Kota di Indonesia Risiko Tinggi Penularan Polio

Namun hanya beberapa daerah yang cakupan imunisasinya sudah mencapai 80 persen. Apalagi, Aceh termasuk jumlah kasus difteri yang cukup banyak di Indonesia mencapai 93 kasus dan empat orang meninggal selama tahun 2017.

Direktur Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), dr Fachrul Jamal, tak menampik bahwa anggapan masyarakat terhadap vaksin imunisasi, masih banyak yang mengira itu haram karena mengandung enzim babi dan bisa membuat anak kejang-kejang.

Seorang Anak yang Diduga Terserang Difteri di Lampung Barat Meninggal setelah Dirawat

Anggapan lain bahwa imunisasi itu mahal dan masih ada juga ketakutan lain dari pihak keluarga jika anaknya sampai diimunisasi.

“Ini yang menghambat masyarakat tidak mau melakukan imunisasi. Padahal anggapan itu tidak benar, imunisasi itu halal,” katanya usai melakukan sosialisasi internal terkait wabah difteri di RSUZA Banda Aceh pada Rabu, 13 Desember 2017.

Kabupaten Garut KLB Difteri, Ini Tanda Gejala dan Cara Pencegahannya

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, Tgk Faisal Ali, tidak mempersoalkan vaksin pada imunisasi bisa digunakan oleh masyarakat. Namun hal yang jadi masalah ialah pengunaan vaksin polio tetes.

“Tidak ada masalah (imunisasi). Vaksin yang ada masalah dengan najis adalah vaksin polio tetes itu,” katanya kepada VIVA melalui sambungan telepon.

Dengan begitu, jika masyarakat tidak mau menggunakan vaksin polio tetes bisa beralih ke cara yang disuntik. “Vaksin yang disuntik tidak ada kaitannya dengan najis,” katanya.

Ia juga mengharapkan Dinas Kesehatan bekerja sama dengan ulama untuk meysosialisasikan vaksin itu agar masyarakat tidak mengira semua vaksin itu haram/najis.

Ilustrasi bayi/anak/parenting.

Deret Penyakit Berbahaya bagi Bayi, IDAI: Difteri Itu Mematikan

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) soroti angka kematian bayi dan anak yang kondisinya masih terus meresahkan. Kasus kematian tercatat paling tinggi terjadi pada bayi.

img_title
VIVA.co.id
16 Agustus 2023