Menteri Bikin Gaduh, Isu Reshuffle Kabinet Mencuat

Jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Politika Research and Consulting (PRC) dan Parameter Politik Indonesia (PPI) mengeluarkan hasil survei kinerja 100 hari pertama pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Hasil survei menunjukkan tingkat kepuasan publik berada di level 61,4 persen. Sedangkan mereka yang tidak puas sekitar 33 persen. 

Kepuasan atas pemerintahan Jokowi disebut ditopang oleh beberapa kebijakan. Seperti merasa puas terhadap pembangunan infrastruktur (76,6 persen), pembangunan sumber daya manusia (86,1 persen), penanggulangan bencana (64,1 persen) dan sebagainya.

Sebanyak 33 persen masyarakat yang tidak puas dengan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf tadi diketahui berada di wilayah yang bukan basis pemilih mereka di Pemilihan Presiden 2019. Diketahui, Jokowi-Ma'ruf mengalami kekalahan di Pilpres 2019 di Sumatera Barat, Riau dan Jawa Barat.

Meski tingkat kepuasaan publik tinggi, Pemerintahan Jokowi tak lepas dari kritikan publik. Sejumlah jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju dianggap membuat gaduh karena pernyataan dan sikapnya. 

Isu reshuffle pun mencuat. Menteri yang tidak cakap dan kerap membuat gaduh diminta untuk diganti. 

Publik disuguhi beberapa pernyataan kontroversi Menteri Agama Fachrul Razi. Mulai wacana larangan cadar, celana cingkrang bagi aparatur sipil negara atau ASN sampai doa Bahasa Indonesia saat khutbah Salat Jumat.

Contoh lain sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang ikut membentuk dan menyampaikan keterangan dalam konferensi pers menyangkut tim hukum PDIP terkait kasus suap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Kasus ini menjerat kader PDIP, Harun Masiku yang masih buron.

"Bukan manajemen yang baik jika pejabat publik membuat komen tidak mendidik dan membuat gaduh. Bangsa ini perlu energi sosial yang besar. Komen, sikap seperti itu dari penyelenggara negara membuat erosi kepercayaan publik," kata Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, dikutip dari VIVAnews, Senin 24 Februari 2020.

Gus Halim Tegaskan Hubungan PKB dengan Jokowi Baik-baik Aja: Kita Kan Koalisinya

Mardani juga menyoroti pernyataan gaduh Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi soal agama musuh Pancasila. Lalu, usulan fatwa Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait orang kaya menikahi orang miskin.

Bagi dia, pernyataan-pernyataan tak perlu itu memperlihatkan manajemen pemerintahan yang buruk. Ia menduga juga jangan sampai pejabat pemerintahan melontarkan pernyataan hanya untuk pengalihan isu kasus besar. 

Singgung soal Posisi Demokrat di Kabinet Mendatang, AHY Sebut Peran dan Portofolio

Maka itu, Jokowi selaku kepala negara mesti punya ketegasan dalam bersikap. Jika berulang kali, pejabat setingkat menteri melakukan hal sama maka harus ada tindakan tegas.

"Harus muncul kepemimpinan berkualitas. Kasih kesempatan tiga kali. Jika tetap jatuh di lubang yang sama ya harus diambil tindakan," tutur Mardani.

AHY: 9 Tahun 4 Bulan Demokrat Jadi Oposisi, Kini di Kabinet Indonesia Maju

Reshuffle

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai adanya deretan pernyataan dan sikap yang memunculkan kegaduhan karena komunikasi yang tak baik di lingkaran pemerintahan. Ia mengibaratkan sejumlah menteri dan pejabat lembaga tertentu seperti ingin main sendiri.

"Menteri-menteri seolah-olah main sendiri-sendiri. Komentar sendiri-sendiri dan komentarnya kontroversial juga merugikan Jokowi," ujar Ujang.

Menurutnya, saat ini Jokowi perlu membuktikan dengan sikap tegas seperti menegur menteri atau pejabat pemerintah yang ngawur dari ucapan dan sikap. Jika memang terus berulang kali, kata dia, ada baiknya dilakukan evaluasi dan reshuffle kabinet.

"Jika ditegur tak berubah. Ya, terpaksa reshuffle saja. Toh, reshuffle adalah hak prerogatif presiden. Kapan pun presiden berhak untuk mengganti menteri," ujarnya.

Pun, hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun. Menurutnya, Jokowi selaku pemimpin harus berani menegur. Hal ini penting mengingat ucapan pemerintahan yang sudah membuat gaduh.

Rico mengibaratkan kegaduhan yang dibuat pejabat menteri seperti saat kemunculan raja-raja baru macam Sunda Empire sampai Keraton Agung Sejagad.

"Karena sudah kadung gaduh di publik, ada baiknya Jokowi memberikan warning terbuka," ujar Rico.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya