DPR Akui RUU Pesantren Banyak Kekurangan

Ilustrasi ruang sidang paripurna DPR.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mengakui masih banyak yang dianggap kurang atau abai dalam Rancangan Undang-Undang Pesantren, di antaranya soal kemandirian pesantren dan badan hukum.

Bentuk Kepedulian Muhammadiyah Buat Penyandang Difabel

"Ternyata kita benar, masih banyak yang kita terabai atau kita kurang cermat," kata Marwan di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2019.

Tiap pesantren, katanya, memiliki badan hukum berbeda-beda, misal, ada yang badan hukum di sekolahnya, di lembaganya, atau di ormasnya. Dalam sejarahnya, pesantren dapat berdiri bahkan tanpa keberadaan negara; sebagian pesantren bahkan sudah ada sebelum negara Republik Indonesia diproklamasikan.

Menang Pilpres, Prabowo Sebut Butuh Dukungan NU untuk Bangun Bangsa

Atas dasar beberapa pertimbangan itulah, UU Pesantren jangan sampai memerangkap pesantren, melainkan memfasilitasi mereka agar diperhatikan oleh negara.

Menurutnya, keberadaan pesantren selama ini mengambil alih tugas negara untuk mencerdaskan anak bangsa. Karena itu, sepatutnya mereka diberi dukungan mulai dari infrastruktur, sumber daya manusia, dan lulusannya harus diakui.

Rektor UNU Gorontalo Resmi Dilaporkan Polisi atas Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

DPR menargetkan mensahkan RUU itu menjadi undang-undang pada September 2019. Parlemen tidak terburu-buru meski RUU itu sudah cukup lama dibahas.

Perwakilan Nahdlatul Ulama, Abdul Waidl, mengakui punya masukan yang banyak soal RUU Pesantren. Ia meminta agar RUU Pesantren menguatkan pesantren, menjaga independensi, tidak boleh ada intervensi, dan menguatkan kualitas pesantren.

"Pesantren selama ini independen, jadi harus tetap independen. Kita inginkan negara ini memberikan pelayanan, bukan mengatur dalam makna agar pesantren A, B, C, D, E," katanya.

Ketua majelis hukum dan HAM Muhamadiyah, Trisno Raharjo, menilai RUU ini perlu memperhatikan aspek-aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis untuk pesantren. Pesantren harus punya pijakan kuat, karena RUU Pesantren tetap bersandarkan pada aspek pendidikan.

"Kalau ada tugas lain seperti pengabdian pada masyarakat itu sebenarnya inti daripada pendidikan. Pendidikan harus keluar, dia melakukan pengabdian, intinya pendidikan," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya