Hehamahua Khawatir Ferdinand Cuma Tumbal, Rofi'i: Suudzon

Rofi'i Mukhlis saling sanggah dengan Abdullah Hehamahua di Catatan Demokrasi.
Sumber :
  • tvOne

VIVA – Kinerja aparat kepolisian yang cepat dalam memproses kasus cuitan pegiat media sosial Ferdinand Hutahaean jadi perhatian. Polisi diminta juga bisa proses laporan lainnya yang mirip dengan kasus Ferdinand.

Ahli Spritual Ini, Mengaku Lihat Ada Kiriman Santet ke Stevie Agnecya

Hal ini dibahas dalam Catatan Demokrasi tvOne yang menghadirkan beberapa pembicara seperti eks penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua dan Ketum Barisan Ksatria Nusantara, M. Rofi'i Mukhlis. Hehamahua saat paparannya menjelaskan Ferdinand berpotensi dijerat pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penistaan agama

Menurut dia, dari aspek hukum, Ferdinand sudah terpenuhi bisa dijerat pasal itu. Dia mengatakan pasal 156a itu mengatur pidana lima tahun terhadap pihak yang dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang sifatnya permusuhan, penodaan agama.

Anti-Islam Meningkat Pesat di India Gegara Ini

Dia menekankan dalam tindakan Ferdinand telah mengeluarkan perasaan, perbuatan melalui cuitan di Twitter menuliskan ‘Allahmu lemah’.

"Apapun agamanya kena. Karena kalau dia muslim, dia menghina agama lain. Kalau dia bukan muslim dia menghina agama Islam. Jadi, apapun agamanya, tetap," kata Hehamahua dikutip VIVA pada Rabu, 12 Januari 2022.

Ujaran Kebencian Terhadap Muslim di India Meningkat 62 Persen, Ini Pemicunya

Dia menambahkan secara substansi, kasus ini ada unsur penodaan agama. Namun, menurutnya polisi juga jangan jadi pahlawan kesiangan dalam kasus Ferdinand. Ia menyinggung beberapa laporan lain yang belum diproses dan cenderung didiamkan.

Baca Juga: Ferdinand Terancam 10 Tahun Bui, Bukan Dijerat Pasal Penistaan Agama

Hehamahua menyebut laporan terhadap Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman soal ucapannya 'Tuhan kita bukan orang Arab'. Menurutnya, pernyataan Dudung juga ini keliru karena mempersonifikasikan Tuhan dengan makhluk hidupnya.

Lalu, dia juga menyebut laporan yang pernah dilakukan terhadap Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Laporan itu diduga penodaan agama karena pernyataan Megawati terkait kehidupan setelah dunia fana.

"Artinya banyak laporan-laporan itu. Tapi, tidak. Ini (kasus Ferdinand) dalam waktu cepat. Sehingga saya khawatir ini cuma tumbal untuk menunjukkan bahwa polisi serius," tutur Hehamahua. 

Ferdinand Hutahaean Penuhi Panggilan Bareskrim

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Penjelasan Hehamahua ditanggapi Ketum Barisan Ksatria Nusantara, M. Rofii Mukhlis. Dia menyampaikan agar Hehamahua bisa melihat kinerja polisi yang sudah cepat dan transparan dalam memproses kasus Ferdinand. 

Menurutnya, dalam kasus ini, polisi sudah punya pertimbangan dengan memiliki alat bukti yang cukup.

"Harusnya ngapunten, ustaz Abdullah Hehamahua ini kan seorang ahli hukum, harusnya menghormati kinerja kepolisian. Bukan suudzon ini jadikan tumbal. Itu akan menjadi hal yang baru ustaz," kata Rofi'i.

Hehamahua menjawab bahwa dia tadi juga sudah menjelaskan soal alat bukti dalam kasus Ferdinand.

"Nggak, saya tadi sudah katakan sudah cukup dua alat bukti," tutur Hehamahua.

Menurut Rofi'i, sebaiknya Hehamahua tak perlu menyampaikan pernyataan seperti tumbal. Sebab, hal itu sama saja membuat polisi nanti jadi repot. "Kerja cepat dicurigai. Polisi kerja lambat juga dicurigai," lanjut Rofi'i.

Dia mengatakan kalau mau adil maka mestinya pegiat media sosial lain yaitu Mustofa Nahrawardaya yang pernah ditetapkan tersangka juga ditahan. Tapi, kasus yang menjerat Mustofa ditangguhkan dan polisi sampai sekarang juga tidak melanjutkan.

"Apakah dari kubu pak Abdullah Hehamahua menagih itu? Kenapa tidak menagih temannya? Kan tidak boleh seperti itu," ujar Rofi'i.

Hehamahua pun membalas Rofi'i. Dia tak tertarik dengan kubu-kubuan yang dimaksud lawan bicaranya itu.

"Maaf, saya tidak tertarik dengan soal-soal begini. Saya paham. Ini adalah operasi intelijen untuk mengadu domba," jawab Hehamahua.

"Nah, ini operasi intelijen. Ini bias lagi nih," timpal Rofi'i.

"Iya, mengadu domba," ujar Hehamahua.

Presenter Catatan Demokrasi memperingatkan agar Hehamahua bisa mengklarifikasi argumennya soal adu domba yang mengarah ke tuduhan.

Komite Khusus Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu pun menjelaskan argumenya dengan meniatkan penelitian dalam tesis soal Presiden sampai masyarakat petani yang tak memahami UUD 1945 secara baik. Dia menyinggung sudah ada Pasal 29 ayat 1 yang menyatakan negara RI berdasarkan atas Ketuhanan yang maha Esa.

Dia paparkan juga UUD 1945 menegaskan RI adalah negara agama, bukan negara komunis, kapitalis, atau sekuler. Apalagi dalam Pancasila ada sila pertama yakni Ketuhanan yang Maha Esa. Lalu, ada juga Pasal 29 ayat 2 UUD 1945.

"Maka karena orang tidak memahami filosofi Pancasila dan UUD sendiri maka kemudian terjadi lah seperti ini. Orang terpancing, untuk kemudian terjadi adu domba," jelas Hehamahua.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya