Ketua PDIP Sebut Pilpres 2024 Momentum Kepemimpinan Perempuan

Politikus PDIP sekaligus Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah
Sumber :
  • DPR RI

VIVA Politik – Kepemimpinan perempuan dinilai harus menemukan momentumnya pada Pilpres 2024 mendatang. Saat ini, berbagai survei elektabilitas capres, masih menempatkan laki-laki pada deretan teratas.

Soal Isu Prabowo Tinggalkan Jokowi usai Dilantik Jadi Presiden, Pengamat: Adu Domba

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Perekonomian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Said Abdullah menilai momentum pemilihan presiden (pilpres) tahun 2024 waktu yang tepat untuk menghadirkan kepemimpinan perempuan di level nasional.

"Kandidat perempuan dalam kepemimpinan nasional bukan sekadar dukungan terhadap figur, tetapi secara otentik bisa membuktikan bahwa bangsa kita dapat keluar dari feodalisme patriarki sebagai syarat kemajuan sosial," ungkap Said yang juga Ketua Banggar DPR RI dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin, dikutip dari Antara.

Seminar Perempuan Indonesia: Berani Berkarya dengan Kekayaan Intelektual

Ia menilai kepemimpinan perempuan sudah wajar saat ini, apalagi bila mengacu agregat sosial-demografis Indonesia yang menempati kedudukan yang strategis seiring dengan aspek keadilan.

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2020, jumlah penduduk perempuan di Indonesia mencapai 49,76 persen yang menunjukkan secara kuantitatif persentase kandidat calon presiden (capres) perempuan seharusnya sama dengan jumlah kandidat capres laki laki.

Sapu Bersih! Airin Ngelamar Jadi Bakal Cagub Banten ke 4 Parpol

Selain itu, kata Said, kandidat capres perempuan dalam kontestasi Pilpres 2024 akan mewarnai gagasan-gagasan tentang kesejahteraan perempuan, proteksi atas kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pengentasan kemiskinan perempuan akibat dominasi kultur patriarkal, dan dampak struktural turunannya.

Dalam konteks ini, katanya, kehadiran kepemimpinan perempuan bukan sekadar gerakan emansipasi, kepentingan perjuangan gender ataupun kepentingan personal dan kelompok, melainkan untuk kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan dalam menghadapi tantangan global.

"Kepentingan yang dimaksud, yakni dalam peran kepemimpinan perempuan yang visioner dan memiliki perspektif gender, termasuk pada panggung internasional yang kental dengan berbagai kebijakan maskulin," tambahnya.

Oleh karena itu, dirinya menilai penguatan dan peneguhan afirmatif atas kepemimpinan perempuan di level nasional dan internasional harus menjadi agenda bersama.

Dengan begitu, papar dia, memperjuangkan kesadaran baru secara masif untuk meminimalisasi aspek hambatan akseptabilitas dan penerimaan publik terhadap kepemimpinan perempuan adalah kewajiban bersama. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya