Haedar Nashir Sindir UU Titipan Oligarki 'Kun Fayakun': Tak Peduli Suara Muhammadiyah-NU

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir
Sumber :
  • Ist

Tangerang Selatan - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir berbicara soal politisasi hukum yang terjadi di Indonesia. Ia pun menyinggung soal Undang-undang (UU) yang diputuskan dengan cepat.

KPU Penuhi Hanya Dua dari Enam Permohonan ICW terkait Transparansi Sirekap

Hal tersebut diungkap Haedar Nashir saat memberikan sambutan pada dialog publik Muhammadiyah bersama Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Tangerang Selatan, Kamis, 23 November 2023.

Mulanya, Haedar menyampaikan pandangan Muhammadiyah tentang Indonesia yang mengalami erosi, disrupsi, distorsi bahkan deviasi dalam kehidupan kebangsaan.

Bentuk Kepedulian Muhammadiyah Buat Penyandang Difabel

"Munculnya politik ekonomi bahkan budaya yang serba liberal setelah reformasi, jujur dalam penilaian kami itu tidak sejalan dasar dan cita-cita Indonesia didirikan. Oligarki dalam berbagai bentuknya, ekonomi politik terutama, juga tidak sejalan," kata Haedar Nashir.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam Dialog Capres di UMJ

Photo :
  • tvMU
WhatsApp Ogah Tunduk Sama UU, Menantang Pemerintah

Ia pun menegaskan bahwa, akhir-akhir ini demokrasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja dan terjadi politisisasi hukum. Sehingga, kata dia, politik, ekonomi dan budaya perlu direkonstruksi.

"Bahkan dalam praktik kehidupan kebangsaan akhir-akhir ini, di mana hukum mengalami proses politiking misalkan. Bahkan dalam konteks demokrasi orang menjadi tidak berani berkata dan berbuat yang berbeda. Karena ada proses politisasi hukum. Berbagai persoalan-persoalan kehidupan politik ekonomi dan budaya maka kita perlu memerlukan rekontruksi ke depan," kata Haedar Nashir.

"Sehingga Indonesia betul-betul ada fondasi, ada bingkai, ada arahnya yang jelas. Tidak sekadar pada visi misi presiden semata-mata. Jadi ini yang kita kehendaki sehingga Indonesia itu betul-betul ke depan ada bingkainya yang jelas dan utuh," imbuhnya.

Haedar juga mengatakan bahwa pasangan Ganjar-Mahfud dapat berdiri tegak lurus di atas konstitusi dan menggunakannya sesuai dengan kepentingan bangsa serta negara.

"Lebih dari itu tentu kami percaya kedua tokoh ini, ketika rakyat nanti memberi amanat dan mandat, tentu akan berdiri tegak di atas konstitusi dan tidak menyalahgunakannya. Kalau toh berjanji, berjanjilah yang objektif, untuk dan atas nama bangsa," kata Haedar

“Jangan bikin janji-janji yang nanti la yukallifullahu nafsan illa wusaha, di luar kemampuan,” sambungnya.

UU Kun Fayakun 

Pasangan capres-cawapres Ganjar-Mahfud menghadiri Dialog Muhammadiyah di UMJ

Photo :
  • Dok Muhammadiyah

Maka itu, Haedar berpesan kepada capres-cawapres untuk tidak lupa terhadap masyarakat ketika sudah terpilih di 2024. Ia juga mengingatkan untuk bisa menyejahterakan masyarakat.

"Juga yang kita hendaki nanti, rakyat dan kekuatan masyarakat seperti Muhammadiyah itu juga tidak dibikin terlalu susah, kalau susah boleh lah, hidup berbangsa dan bernegara gak mau susah itu namanya hidup di surga, tapi jangan dibikin terlalu susah," ucapnya.

Di sisi lain, Haedar menyinggung soal pembuatan undang-undang yang prosesnya tarik ulur di DPR RI, namun pada pengesahannya hanya yang dikehendaki oleh oligarki saja.

"Akhirnya, karena apa yang bisa diputuskan di dewan, di DPR, itu hasil dari oligarki koalisi yang ya, kun fayakun. Setiap undang-undang yang dikehendaki, apapun jadi, tidak peduli suara Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan semua kekuatan masyarakat," kata dia.

Menurut Haedar, apa yang disampaikan Muhammadiyah adalah suara dari masyarakat dan demi kepentingan bangsa. "Sehingga jangan sampai ke depan ada undang-undang yang kemudian diputuskan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya