Ramai Guru Besar Kampus Kritik Jokowi, Fahri Hamzah: Nanti Kena 'Tembak' Dia Nyesel

Fahri Hamzah, Waketum Partai Gelora
Sumber :
  • Partai Gelora

Jakarta - Gelombang kritik melalui petisi yang disampaikan sivitas akademika seperti guru besar berbagai perguruan tinggi kepada Presiden RI Jokowi tengah jadi perhatian. Kritikan itu seperti netralitas Jokowi di pemilu hingga kondisi demokrasi yang menurun.

Rocky Gerung Minta Anies Jangan Nyagub Lagi: Itu Lebih Bermutu, Ngerti Etika Politik

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora Fahri Hamzah heran dengan kemunculan akademisi seperti guru besar dalam mengkritik dari berbagai kampus itu jelang pencoblosan Pemilu 2024. Fahri yang juga Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming itiu menilai cara guru besar seperti itu keliru.

"Kekeliruan teman-teman di kampus itu adalah mohon maaf guru besar itu. Dia tidak bersikap di masa damai. Yang seharusnya dia sikapnya itu diletakkan di masa damai," kata Fahri dalam Catatan Demokrasi tvOne yang dikutip VIVA pada Rabu malam, 7 Februari 2024.

Eka Gumilar Berpotensi Besar Diusung PKS jadi Calon Bupati di Bandung Barat

Dia menceritakan pengalamannya saat menjabat Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019. Ketika itu, ia sebagai Wakil Ketua DPR yang membidangi persoalan kesejahteraan rakyat atau kesra dengan pendidikan jadi salah satu masalah di bawahnya. Namun, Fahri saat hadir sebagai pembicara di kampus, ia pernah mengalami penolakan.

"Saya ini Wakil Ketua DPR bidang kesra yang mengawasi sektor pendidikan. Saya datang ke kampus UGM, sudah sampai sana ditolak. Tidak ada satu guru besar yang membela saya!" jelas eks politikus PKS tersebut.

Pengakuan Prabowo Dibantu Jokowi Persiapkan Diri Jelang Pelantikan Presiden Bulan Oktober

Waketum Partai Gelora sekaligus Jubir TKN Fahri Hamzah.

Photo :
  • YouTube tvOne

Fahri menyebut hal sama terjadi pada pengamat politik Rocky Gerung dan lainnya. Kata dia, figur seperti Rocky adalah intelektual yang dilarang masuk kampus pada masa damai.

Baca Juga: Rektor Unika Ngaku Diminta Bikin Video Sanjung Jokowi, Begini Penjelasan Polisi

Pun, ia menyinggung kemunculan guru besar yang tiba-tiba saat ini masuk ke gelanggang ‘perang’ jelang pencoblosan.

"Tapi, tiba-tiba guru besar ini masuk ke dalam gelanggang perang. Sebentar lagi kita pencoblosan. Maka, semua orang menduga ini akan mau ikut perang," ujar Fahri.

Bagi Fahri, kemunculan guru besar lewat petisi seperti ikut dalam momen perang jelang pencoblosan pemilu.

"Dia ikut dalam momen perang. Orang lagi tembak-tembakan kenapa dia di situ. Nanti kena tembak dia nyesel," tutur Fahri.

"Gak boleh dia ini. Orang-orang ini tugasnya di masa damai. Pada masa perang ini, ada perangkatnya," sebutnya.

Ia mengibaratkan zaman dulu pertandingan sepakbola tak ada video rekaman semacam CCTV. Kondisi itu menurutnya berpotensi adanya kecurangan.

"Sekarang CCTV sudah ada. Orang sudah tak bisa lagi curang begitu. Sama seperti demokrasi sekarang ini.
Semua perangkat sudah ada," jelas Fahri. 

Dia bilang demikian karena sudah banyak perangkat seperti sosial media dan sebagainya. Belum lagi pihak yang punya tugas mengawasi secara ketat. 

"Orang-orang yang mengawasi secara ketat, ada Gakkumdu, ada penegak pengawas pemilu. Mahasiswa boleh terlibat. Semuanya mulai terlibat, mengontrol," lanjut Fahri. 

Kemudian, ia malah merasa khawatir karena jika orang idealis seperti akademisi guru besar masuk ke gelanggang 'perang' politik  maka akan ada persepsi yang berbeda.

"Dan, dia lihat perang ini berkecamuk, seolah-olah dunia akan berakhir. No, ini baik-baik saja. Ini normal-normal saja," ujar Fahri.

"Dia menganggap seolah-olah kalau dia tak didengar, semua akan runtuh," tuturnya.

Fahri menuturkan lebih baik guru besar kembali ke kampus. Menurut dia, guru besar di kampus harus membantu buat desain sistem yang baik.

"Nah, ini lah, tugas besar guru besar. Kembalilah ke kampus. Desainlah sebuah sistem yang baik supaya petarungan ini beradab," ujar Fahri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya