Hasto Bicara Ancaman bagi Demokrasi meski PDIP Menang Pemilu Tiga Kali

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memberi keterangan.
Sumber :
  • ANTARA/Putu Indah Savitri

Jakarta - Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan partainya dapat menjadi pemenang Pemilu tiga kali berturut-turut bukan karena Jokowi effect melainkan karena memang menyatu dengan rakyat.

Elite PAN soal PKB-Nasdem Gabung Prabowo: Ini Masih Perubahan atau Keberlanjutan? 

"PDIP kan dibangun sebagai kekuatan kolektif yang menyatu dengan rakyat. Maka meskipun terjadi pergeseran pemilu mengarah kepada aspek-aspek elektoral personifikasi itu menjadi dominan dan praktik-praktik politik yang liberal menghalalkan segala cara, serta mengedepankan kekuasaan yang di belakangnya itu ada kekuatan hukum dan ada kekuatan sumber daya negara," ujar Hasto kepada wartawan di kantor pusat PDIP, Jakarta, dikutip pada Selasa, 26 Maret 2024.

Ia menyebut PDIP melalui banyak kelembagaan partai yang menunjukkan pertahanan yang kuat. Ia membantah pandangan soal Jokowi effect yang membuat PDIP menang tiga kali berturut-turut.

Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024

Pekerja melipat surat suara pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. (Foto ilustrasi).

Photo :
  • AP Photo/Tatan Syuflana

"Jadi, yang ada bukan Jokowi effect, tetapi adalah bansos effect, penggunaan aparatur negara effect, intimidasi effect--itu yang terjadi. Buktinya PSI kan juga tidak lolos pemilu meskipun dari sumber-sumber terpercaya itu sudah dilakukan berbagai upaya untuk menggolkan itu," katanya.

Gibran Bantah Presiden Jokowi Gabung Golkar

Di sisi lain, Hasto mengatakan tindakan seorang pemimpin bangsa sangat diperlukan demi kemajuan suatu negara. Ia menyoroti soal pemimpin yang ikut campur terhadap operasi-operasi politik yang mengabaikan supremasi hukum.

Evaluasi yang dilakukan PDIP justru menjamin terhadap demokrasi ke depan. Di dalam supremasi hukum, dia mengingatkan, keteladanan seorang pemimpin diperlukan.

"Karena Bapak Jokowi memberikan preferensi akibat anaknya Mas Gibran maju ketika beliau masih menjabat sebagai presiden, sehingga ini juga terjadi bias. Tetapi ini juga menjadi ancaman bagi demokrasi ke depan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya