M. Qodari Sebut Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati Terganjal Sikap Ambigu PDIP
- ANTARA FOTO
Jakarta – Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari mengatakan rencana pertemuan presiden terpilih Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri terganjal sikap ambigu PDIP yang memberikan dua signal berbeda.
Menurutnya, pada sisi pertama peluang kedua tokoh itu bertemu masih terbuka lebar sebagaimana sikap yang ditunjukkan Puan Maharani, tetapi pada sisi lainnya justru terhalang oleh Megawati sendiri.
"Saya melihatnya bahwa sebetulnya ada kemungkinan Ibu Megawati atau PDI Perjuangan mau berkoalisi dengan Pak Prabowo, tetapi tidak mau ada Pak Jokowi. Saya melihat di situlah kemudian letak kerumitan atau kerepotannya," kata Qodari, Sabtu 13 April 2024.
Qodari menambahkan, antara Jokowi dan Prabowo merupakan satu tim yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga, hal itu nampaknya Megawati tidak begitu berkenan atas hubungan harmonis keduanya.
"Pak Prabowo kan luar biasa ya dalam beberapa hari ini. Misalnya ke istana negara saja sampai dua kali, hari pertama datang hari kedua juga datang, dan kita bisa lihat foto itu diunggah oleh Pak Prabowo dalam Instagram resminya termasuk juga pertemuan dengan Mas Gibran dan keluarga,” jelasnya.
Qodari menilai bola panas kini berada di tangan Prabowo untuk menentukan arah apakah ingin tetap berjalan bersama Presiden Jokowi atau memilih berkoalisi dengan Megawati.
“Jadi tugas sejarah Pak Prabowo untuk menentukan istilahnya beliau akan jalan bareng dengan Pak Jokowi atau jalan bareng dengan Ibu Mega? Saya melihatnya seperti itu,” ucapnya.
Lanjut Qodari, upaya Prabowo untuk merangkul Megawati sudah beberapa kali dicoba. Seperti mengutus Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Rosan Roeslani yang bertemu Megawati di kediamannya di Teuku Umar, Jakarta Pusat.
Namun, kabarnya respon dari Megawati tetap 'keukeuh' seakan mau menerima rekonsiliasi dengan syarat tanpa adanya ikut campur Presiden Jokowi.
“Soal adanya Rosan datang ke Teuku Umar itu bagian dari pesan-pesan rekonsiliasinya tetapi juga ada sebetulnya pesan sekali lagi yang ambigu ya karena di sisi yang lain itu ada pesan penolakan juga terutama kepada Pak Jokowi,” jelasnya.
Qodari memprediksi keinginan Megawati itu tidak akan tercapai seperti yang diharapkan, pasalnya Prabowo dan Presiden Jokowi sudah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, atau bahasa lainnya ia menyebutnya sebagai Dwi Tunggal dalam mengelola Indonesia ke depan.
Lebih lanjut Qodari menyampaikan signal yang konsisten hanya datang dari hubungan Prabowo dan Presiden Jokowi yang terus terjalin harmonis dalam momentum hari raya Idul Fitri ini.
“Jadi kita dapat dua pesan di situ, pesan yang konsisten menurut saya cuma datang dari Pak Prabowo dan Pak Jokowi, kenapa saya sebut konsisten karena Prabowo dua kali datang ke Istana ketemu Pak Jokowi terus dan akrab, lalu kemudian sorenya Mas Gibran datang ke Kertanegara, kediaman Pak Prabowo dan bertemu dengan Pak Prabowo,” bebernya.
Sedangkan signal yang ditunjukkan Megawati kepada Prabowo masih ambigu, meskipun Qodari menilai tidak ada masalah pribadi antara Megawati dan Prabowo namun terhalang hubungan yang tidak harmonis Megawati dengan Presiden Jokowi.
“Yang konsisten ketemu itu adalah Jokowi dan Prabowo sementara di sisi yang lain Teuku Umar atau Ibu Mega itu PDI Perjuangan mau ketemu dengan Pak Prabowo, tetapi tidak mau ada Pak Jokowi di situ,” jelasnya.
Lebih jauh Qodari menyampaikan jika pada Pilpres 2014 – 2019 kemarin yang ditunggu adalah pertemuan antara Prabowo dan Presiden Jokowi, pada Pilpres 2024 ini yang ditunggu adalah pertemuan Prabowo dan Megawati meskipun dalam kontestasi Prabowo melawan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Qodari memprediksi Prabowo sulit melepas Presiden Jokowi pada pemerintahannya 5 tahun mendatang karena yang menjadi wakil presiden adalah putra sulung dari Presiden Jokowi sendiri yaitu Gibran Rakabuming Raka sebagai pengikat di antara keduanya.
“Saya kira memang itu hampir-hampir sangat sulit ya karena Pak Prabowo ini kan pemerintahannya 2024-2029 kan bersama dengan Mas Gibran. Jadi rasanya hampir-hampir gak mungkin tidak melibatkan Mas Gibran garis miring Pak Jokowi di pemerintahan 2024-2009,” tukas Qodari.